Our Partners:

Lazada
Tokopedia
NordVPN
Baseus
Shopee
EaseUS
Geekom

Kurikulum Berbasis Cinta Diluncurkan: Pendidikan Madrasah Lebih Humanis

Penulis: Elma Nailatul Ezza |

Pena Edukasi - Jakarta, 27 Juli 2025 – Dalam upaya memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan merespons tantangan global yang semakin kompleks, Kementerian Agama Republik Indonesia resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) untuk seluruh satuan pendidikan madrasah di Indonesia. Peluncuran ini ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 6077 Tahun 2025 dan menandai babak baru dalam transformasi pendidikan berbasis nilai.

Kurikulum Berbasis Cinta Diluncurkan: Pendidikan Madrasah Lebih Humanis
Gambar: Ilustrasi Kurikulum Berbasis Cinta.

Kurikulum ini menjadi tonggak penting dalam menjawab kebutuhan akan sistem pendidikan yang tidak hanya menekankan pencapaian akademik, tetapi juga membentuk karakter siswa yang penuh empati, cinta kasih, dan kesadaran sosial tinggi.

“Ini adalah langkah besar membangun generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual,” sebagaimana tertuang dalam surat edaran resmi Direktur KSKK Madrasah; Nyayu Khodijah, yang dikirimkan kepada seluruh kantor wilayah Kementerian Agama.

Kurikulum Berbasis Cinta dikembangkan untuk menghadirkan pendidikan yang inklusif dan transformatif, sekaligus menjadi respons terhadap fenomena global seperti krisis kemanusiaan, intoleransi, dan kerusakan lingkungan. Pendekatan ini menyasar perubahan menyeluruh—bukan hanya pada isi kurikulum, tetapi juga paradigma, metode, hingga budaya belajar yang dibangun di madrasah.

Mengapa “Cinta” Jadi Dasar Kurikulum?

Mengapa “cinta” dipilih sebagai dasar utama dalam kurikulum madrasah? Jawabannya terdapat dalam dokumen resmi Panduan Kurikulum Berbasis Cinta yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Dalam dokumen setebal ratusan halaman tersebut, dijelaskan bahwa Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) dibangun di atas tiga fondasi filosofis: ontologi cinta, epistemologi cinta, dan aksiologi cinta. Ontologi cinta mengajarkan bahwa Tuhan, manusia, dan alam semesta adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling terhubung oleh cinta. Sementara itu, epistemologi cinta menempatkan cinta sebagai dasar dalam mencari, memahami, dan menyampaikan ilmu pengetahuan. Sedangkan aksiologi cinta menjadi kompas moral, mendorong peserta didik untuk tumbuh menjadi pribadi yang etis, penuh empati, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosial.

Konsep ini tidak muncul begitu saja. Ia dirumuskan dari beragam perspektif—mulai dari tradisi agama, pemikiran filsafat, hingga pendekatan psikologi kontemporer. Dalam Islam sendiri, cinta kepada Allah dan sesama menjadi fondasi spiritual yang utama. Prinsip universal “The Golden Rule” — perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan — menjadi jantung dari ajaran moralitas lintas agama yang kini dihidupkan kembali melalui kurikulum ini. Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak lagi sekadar proses intelektual, melainkan menjadi jalan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam.

Lima Pilar Cinta: Panca Cinta

Sebagai langkah konkret untuk mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), Kementerian Agama merumuskan lima topik utama yang menjadi pilar inti dari kurikulum ini. Disebut sebagai Panca Cinta, kelima nilai tersebut mencakup: cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta terhadap ilmu, cinta terhadap lingkungan, cinta kepada diri sendiri, serta cinta kepada sesama dan bangsa.

Kelima nilai ini tidak hanya dijadikan materi pembelajaran di kelas, melainkan diintegrasikan ke dalam seluruh aktivitas pendidikan, baik melalui praktik pembelajaran harian, kegiatan ekstrakurikuler, maupun dalam budaya dan tata kelola madrasah secara keseluruhan. Pendekatan ini menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya soal mentransfer ilmu, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta yang menyeluruh dalam kehidupan anak didik—mulai dari relasi dengan Tuhan hingga tanggung jawab sosial sebagai warga bangsa.

Madrasah Ramah Anak dan Ramah Lingkungan

Salah satu tujuan strategis dari KBC adalah menciptakan Madrasah Ramah Anak, yaitu lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan fisik dan psikis, diskriminasi, serta perundungan.

Selain itu, madrasah juga diarahkan menjadi Madrasah Ramah Lingkungan, dengan penerapan nilai-nilai ekoteologi, kesadaran ekologis, dan tanggung jawab terhadap alam sebagai bagian integral dari spiritualitas Islam.

Paradigma KBC dalam Pendidikan Nasional

Peluncuran Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) turut menandai terjadinya pergeseran paradigma yang mendalam dalam dunia pendidikan madrasah. Jika sebelumnya fokus utama pendidikan berkisar pada aspek normatif dan kognitif semata, kini KBC mengarahkan perhatian pada pendekatan yang lebih transformatif dan humanis. Paradigma lama yang menekankan teologi maskulin mulai bergeser ke arah teologi cinta—yakni pemahaman agama yang menonjolkan kelembutan, kasih sayang, dan kedekatan spiritual. Pendekatan berbasis hukum (nomos) juga mulai diganti dengan pendekatan hikmah, yang mengedepankan pemaknaan dan kebijaksanaan dalam beragama.

Selain itu, KBC mengubah cara pandang antroposentris yang menempatkan manusia sebagai pusat segalanya, menjadi ekoteologi, di mana alam semesta dipandang sebagai bagian integral dari relasi spiritual manusia. Pendekatan atomistik yang memisah-misahkan aspek pembelajaran pun kini berganti menjadi pendekatan holistik—yang menyatukan aspek intelektual, emosional, sosial, dan spiritual dalam proses pendidikan. Melalui paradigma baru ini, siswa tidak lagi sekadar diajarkan untuk patuh, tetapi juga untuk mencintai. Mereka tidak hanya pintar dalam teori, tetapi juga mampu menebar kebaikan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah Implementasi Nasional

Kurikulum Berbasis Cinta akan diterapkan di seluruh jenjang madrasah, mulai dari Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah (MA/MAK). Panduan implementasinya menggunakan kerangka kerja 4D Appreciative Inquiry: Discovery, Dream, Design, dan Destiny—sebuah pendekatan perubahan yang menekankan kekuatan dan potensi positif dari lingkungan pendidikan.

Kemenag juga menyiapkan pelatihan, modul ajar, media edukatif, dan alat evaluasi untuk memastikan bahwa KBC tidak hanya menjadi dokumen, tetapi hidup dalam keseharian madrasah.

Respon Positif dari Berbagai Kalangan

Pakar pendidikan, tokoh agama, hingga komunitas orang tua menyambut positif peluncuran KBC. Mereka melihat KBC sebagai jawaban atas kekhawatiran bahwa pendidikan saat ini terlalu menekankan aspek kompetitif, namun mengabaikan aspek afektif dan spiritual siswa.

“Ini adalah pendidikan yang menyentuh batin. Anak-anak kita butuh lebih dari sekadar angka rapor,” ujar salah satu kepala madrasah di Jawa Tengah saat sosialisasi awal kurikulum ini dilakukan.

Kesimpulan: Pendidikan Sebagai Jalan Cinta

Kurikulum Berbasis Cinta bukan sekadar pembaruan teknis dalam sistem pendidikan madrasah. Ia adalah ikhtiar moral, spiritual, dan sosial untuk mencetak generasi Indonesia yang beradab, welas asih, dan bertanggung jawab secara global.


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال

Iklan Samping Kiri
Iklan Samping Kanan