Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sejarah Singkat Lahirnya Nabi Muhammad SAW. 12 Rabiulawal 11/8 Juni 632





Lahirnya Nabi Muhammad SAW. Mekah pada masa kelahiran Muhammad SAW adalah sebuah kota yang amat krusial dan populer di antara kota di negeri Arab, baik lantaran tradisi maupun karena kedudukannya.

Mekah dilewati jalur perdagang­an penting yang meng­hubungkan Yaman pada selatan menggunakan Suriah di utara. Ka’bah, bangunan­ ibadah yang dibangun kembali sang Nabi Ibrahim Alaihi Salam dan anaknya Ismail Alaihi Salam, berada pada tengah kota itu. Dengan adanya Ka’bah, Mekah sebagai sentra keagamaan Arab.

Ka’bah didatangi buat beriba­dah dan berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala yg mengelilingi patung ilahi utama, Hubal. Pada waktu itu Mekah kelihatan makmur & kuat.

Masyarakat Arab saat itu hayati berdasarkan kesukuan. Wila­ yahnya kebanyakan terdiri dari padang­ pasir & stepa. Mayoritas penduduknya adalah suku Badui yg mem­punyai gaya hayati pedesaan pa-dang pasir dan nomadik, berpindah-pindah menurut satu wilayah ke wilayah lain buat mencari air & padang rumput bagi hewan gembalaan mereka.

Sebagian lainnya merupakan penduduk yang menetap pada kota, misalnya Mekah & Madi­nah. Secara holistik, mata pencaharian yg penting adalah menggembala,­ berdagang,­ & bertani. Yatsrib, yg namanya lalu diganti Nabi SAW dengan Madinah, merupakan suatu daerah pertanian yg penting pada semenanjung itu.

Video singkat lahir Nabi Besar Muhammad SAW,


Peperangan antarsuku merupakan suatu peristiwa yg tak jarang terjadi semenjak lama  . Baik rakyat nomadik maupun yang menetap hidup dalam budaya­ kesukuan Badui. Organisasi dan bukti diri sosial­ berakar dalam keanggotaan dalam suatu ma­syarakat yang luas. Satu gerombolan  yg terdiri menurut beberapa famili membangun kabilah atau suku (klan).

Beberapa gerombolan  kabilah membangun suku yang dipimpin seorang syekh. Masyarakat­ umumnya sangat menekankan interaksi kesukuan­. Kesetiaan atau soli­daritas kelompok menjadi asal kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.

Seseorang­ banyak tergantung pada kehidupan suku yang acapkali saling menyerang. Dalam rakyat yang senang berperang misalnya itu, perempuan   memiliki nilai yg rendah. Oleh karenanya, merupakan biasa orang membunuh anaknya yang baru lahir apabila bayi itu perempuan  .

Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi rakyat Arab. Bani Hasyim memang termasuk pada sepuluh pemegang­ jabatan tertinggi dalam warga  Mekah­.Jabatan itu merupakan siqayah, yakni pengawas mata air Zamzam buat dipergunakan para peziarah.

Walaupun demikian, jabatan itu kurang mem­berikan kekuasaan & kurang menguntung­kan diban­dingkan menggunakan jabatan yg lain, misalnya liwa’ (jabatan ketentaraan), diyat (ke­kuasaan hakim sipil & kriminal), sifarah (kuasa bisnis negara), khazanah (jabatan administrasi ke­uangan), & nadwa (kepala dewan). Dengan demi­kian, Nabi Muhammad SAW berasal berdasarkan kalangan famili terhormat yang relatif miskin.

Ayah Nabi Muhammad SAW bernama­ Abdullah, putra Abdul Muthalib,­ seorang ketua suku Quraisy yang berpengaruh besar . Pengaruh Abdul Muthalib yang besar  ini bukan karena jabatannya namun lantaran sifat & pem­bawaan pribadinya­.

Ibu Muhammad SAW merupakan Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Baik berdasarkan garis ayah maupun ibunya, silsilah Nabi Muhammad SAW hingga kepada­ Nabi Ibrahim AS & Nabi Ismail AS.

Abdullah, ayah Muhammad SAW, dikenal masyarakatnya­ sebagai korban yg akan dipersembahkan­ Abdul Muthalib lantaran doanya dikabulkan Tuhan. Oleh karenanya, Nabi Muhammad SAW dinyatakan sebagai keturunan dua korban: ayahnya & nenek moyangnya, Nabi Ismail AS.

Abdul Muthalib sudah bersumpah akan mengorbankan­ galat seorang putranya yg laki-laki  kepada yang kuasa Ka’bah. Putra Abdul Muthalib bertugas membantunya­ menggali balik  sumur Zamzam yang te­lah usang tertimbun. Ia bermaksud akan mengorbankan anaknya yg paling dicintai­nya, Abdullah.

Tetapi pe­nyembelihan Abdullah nir­ jadi dilakukan lantaran permintaan keluarga. Melalui suara peramal pada rumah ibadah itu, pengorbanan­ itu diperlunak dengan seratus unta yg sebagai pengganti nyawa Abdullah.

Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dike­nal dengan nama tahun gajah. Dinamakan demikian­ lantaran dalam tahun itu terjadi suatu peristiwa besar , yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah menggunakan tujuan menghancurkan Ka’bah.

Lantaran­ banyaknya tentara yang menyerbu menaiki gajah, orang Arab menyebut tahun itu tahun­ gajah. Pasukan gajah itu dipimpin oleh Abra­hah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman.

Latar belakang serbuan itu adalah asa Abrahah merogoh alih peranan kota Mekah dengan Ka’bahnya menjadi sentra perekonomian & peribadatan­ bangsa Arab.

Ini adalah harapan yg sejalan menggunakan cita-cita Kaisar Negus menurut Ethiopia buat menguasai semua tanah Arab, yang bersama-sama menggunakan kaisar Byzantium menghadapi­ musuh berdasarkan timur, yaitu Persia (Iran).

Pasukan gajah itu berhenti pada dekat Mekah. Abrahah mengutus seseorang buat menemui Ab­dul Muthalib dengan pesan bahwa kedatangan me­reka semata-mata hanya buat meruntuhkan Ka’bah,­ sama sekali tidak buat memerangi penduduk Mekah, kecuali apabila ada perlawanan­.

Abrahah memang­ telah membentuk al-Qulles, sebuah tempat tinggal   ibadah yang megah dan indah di kota Sanaa, ibukota Yaman, sebagai ganti Ka’bah. Mengingat tentara Abrahah yg akbar dan bertenaga itu, Abdul Muthalib & penduduk Mekah sadar bahwa mereka nir akan mampu melawannya. Sebab itu dia meng­ anjurkan penduduk meng­ungsi ke luar kota.

Pertahanan Ka’bah diserahkan kepada Tuhan. Abdul Muthalib berdoa, “Ya Tuhan, tidak terdapat orang yang dapat kami harapkan kecuali Engkau. Selamatkanlah tempat tinggal  -Mu dari serangan mereka. Musuh rumah­-Mu merupakan jua musuh-Mu.”

Tentara Abrahah hancur karena terserang wa­bah pe­nyakit yang mematikan yang dibawa oleh burung ababil yang melempari tentara gajah. Dalam­ beberapa waktu semua tentara Abrahah terserang penyakit, jatuh bergelimpangan bersama gajah mereka itu.

Abrahah sendiri lari pulang ke Yaman dan tak lama   sesudah itu mati dunia. Peristiwa­ ini disebutkan pada Al-Qur’an pada surah al-Fil (105) ayat 1–lima yg berarti:

“Apakah kamu nir memperhatikan bagaimana Tuhanmu sudah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah­ Dia telah membuahkan tipu daya mereka (buat menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia me­ngirimkan kepada mereka burung yang berbon-dong-bondong, yang melempari mereka menggunakan batu (asal) berdasarkan tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka misalnya daun-daun yang dimakan (ulat).”

Beberapa bulan sehabis serbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seseorang anak pria yg diberi nama Muhammad. Ia lahir dalam malam menjelang dini hari Senin tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah yang bertepatan dengan 20 April 570.

Muhammad bin Abdullah lahir pada keadaan yatim. Ayahnya, Abdullah, mangkat  global tiga bulan se­sudah ia menikahi Aminah. Waktu itu beliau mengikuti rombongan kafilah ke negeri Syam (Suriah) buat memulai usaha mencari nafkah sendiri.

Dalam perjalanan pergi, dia jatuh sakit & akhirnya­ mati­ global di Yatsrib (Madinah). Ketika itu, Abdullah telah meninggalkan bibit keturunan­nya pada rahim Aminah.

Pagi hari setelah kelahiran, Abdul Muthalib eksklusif datang ke rumah Aminah sesudah mendengar berita gembira itu. Ia mengangkat, mencium, dan mendekap cucunya yang tampan itu menggunakan mesra, lalu membawanya berlari-lari menuju­ Ka’bah. Ia tawaf (Haji) mengelilingi Ka’bah sembari menggendong­ bayi itu.

Seminggu lalu Abdul Muthalib mengadakan selamatan. Semua orang Quraisy diundang & mereka pun hadir untuk menyatakan turut bergembira. Pada ketika itulah Abdul Muthalib menaruh nama “Muhammad” kepada cucunya itu, yang berarti “orang yg terpuji”.

Nama itu relatif ganjil  di indera pendengaran orang Quraisy. Oleh karena itu mereka berkata,“Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar , namun tidak satu pun yg bernama demikian.” Abdul Muthalib menjawab, “Saya mengerti. Dia ini memang lain menurut yg lain. Dengan nama ini aku  ingin supaya seluruh dunia memujinya.”

Masa Pengasuhan Halimah binti Abi Dua’ib­ as-Sa‘diyah. Menurut norma orang Arab, anak yang baru lahir diasuh dan disusui sang perempuan   kampung dengan maksud men­bisa udara desa yg bersih dan pergaulan ma­syarakat­ desa yang sangat baik bagi pertumbuhan anak.

Tujuan lain merupakan agar ia bisa berbicara bahasa Arab dengan fasih. Letak geografis kota Mekah di tengah lembah yg dikelilingi pegunungan mengakibatkan udaranya kurang­ baik bagi pertumbuhan anak, lebih-le­bih setelah Mekah menjadi kota akbar & berpendu­duk semakin padat.

Anak itu diserahkan ke­dalam ibu pengasuh yang menyusui mereka menggunakan­ menerima upah. Dengan demikian, tentu saja, mak   asuh itu mengingin­kan bisa mengasuh anak orang kaya lantaran meng­harapkan upah yang besar .

Ketika Muhammad lahir, mak  -ibu menurut Desa­ Sa’ad datang ke Mekah menghubungi famili yang akan menyusukan anak-nya. Desa Sa’ad terletak kira-kira 60 km menurut Mekah, dekat kota Ta’if, suatu daerah pegunungan­ yang sangat baik udaranya, nir terlalu dingin & tidak juga sepanas Mekah. Di antara mak   itu terdapat seseorang wanita yang bernama Halimah binti Abi Dua’ib as-Sa‘pada­yah. Keluarganya termasuk miskin.

Ketika mak  -ibu yang lain sudah mendapatkan famili yang menyerahkan anak buat disusui, Halimah belum mendapatkannya. Ia memang sudah mene­mui Aminah, namun belum mengambil keputusan buat mengasuh putra Aminah lantaran kondisi ekonomi­ Aminah yang lemah.

Ketika itu, beliau mengungkapkan pada suaminya, Haris, bahwa beliau telah berusaha keluar masuk lorong mencari anak asuh, namun yang dicarinya nir terdapat kecuali seseorang bayi anak yatim. Ia merasa nir bisa mengasuhnya karena­ miskin. “Akan tetapi, anak itu benar-benar dagi­ hatiku. Matanya berseri-seri & pandangannya­ tajam,” katanya.

Suaminya kemudian mendesak agar Hal-imah mengambil anak itu sambil berharap gampang-mudahan Tuhan memberkati­ mereka­. Akhirnya Halimah merogoh Muhammad. Aminah dan Abdul Muthalib pun melepaskannya menggunakan segala bahagia hati.

Diceritakan bahwa kehadiran Muhammad pada keluarga­ yg miskin itu sungguh membawa berkah. Kehidupan rumah tangga Haris dan Hali­mah yang se­belumnya suram dan penuh kesedihan lantaran miskin, berubah sebagai senang  penuh ke­damaian.

Kambing yang mereka pelihara sebagai gemuk & membentuk lebih poly susu menurut umumnya. Rumput yang digunakan menjadi tempat menggembala domba pula tumbuh subur. Mereka percaya betul bahwa anak dari Mekah yg mereka asuh itulah yang membawa berkah pada kehidupan mereka.

Tanda Kenabian. Sejak mini   bayi itu sudah mem­perlihatkan­ keistimewaan yg nir masih ada pada bayi lain. Pertumbuhan badannya sangat cepat. Pada usia lima bulan Muhammad SAW sudah pandai  berjalan & dalam usia 9 bulan telah sanggup berbicara.

Pada usia 2 tahun beliau sudah bisa dilepas beserta anak Halimah buat meng­gembala kambing. Pada usia itulah beliau berhenti menyusu & saatnya pun tiba buat me­ngembalikannya kepada ibu kandungnya pada Mekah.

Dengan berat hati Halimah terpaksa berpisah dengan anak asuhnya yang telah mem­bawa berkah itu, sementara Aminah sangat senang  melihat anaknya kembali dengan segar bugar.

Tidak lama   setelah itu, Muhammad SAW balik  berada pada bawah asuhan Halimah karena kota Mekah diserang endemi penyakit. Halimah balik  memberikan jasa baiknya dan Aminah menggunakan rela melepaskannya demi kesehatan dan keselamatannya.

Dalam masa asuhannya kali ini, baik Halimah juga anaknya yg memang biasa bermain bersama-sama menggunakan Muhammad SAW, se­ring menemukan keajaiban pada sekitar diri Muhammad SAW. Misalnya, anak Halimah sering mendengar bunyi yang memberikan salam kepada Muhammad SAW, “As-salamu‘alaika, ya Muhammad,” pa­dahal mereka nir melihat ada orang yg menaruh salam itu.

Pada hari yg lain, Dimrah, anak Halimah, berlari-lari pulang sambil menangis. Dengan terbata-bata ia berkata bahwa terdapat orang yg menangkap Muhammad SAW.

Orang itu besar  & berpakaian putih. Halimah­ bergegas menyusul Muhammad SAW. Ia mendapatkannya sendirian tengah menengadah ke langit­. Setelah ditanyai oleh Halimah, Muhammad SAW menjawab, “Ada 2 malaikat turun menurut langit­. Mereka memberikan­ salam kepadaku, membaringkanku, membuka bajuku, dan membelah dadaku,­ membasuhnya­ dengan air yg mereka bawa, lalu mereka menutup dadaku kembali tanpa aku  merasa sakit, tidak terdapat luka, dan nir terdapat bekasnya. Kedua malaikat itu baru saja menghilang ke angkasa.”

Halimah tentu gembira melihat anak asuhnya selamat tanpa cedera apa pun. Akan namun,­ famili Halimah sema­ kin khawatir dan merasa berat memelihara Muhammad dari segala kemungkinan, lantaran syarat sosial ekonomi mereka­ yang lemah. Atas pertimbangan itu, akhirnya dalam usia 4 tahun Muhammad kembali diserahkan­ kepada mak   kandungnya, Aminah.

Kembali Aminah merasa gembira menerima anaknya pergi. Badan anaknya sehat, jiwanya murni, budi bahasanya halus, pikirannya cerdas, celoteh katanya lemah lembut, dan raut wajahnya simpatik hingga menarik setiap orang yang melihatnya­.

Dalam usia yang mulai bisa tahu ling-kungan misalnya itu, Aminah poly menceri­takan­ kepada anaknya tentang ayahnya yang telah tewas global & dikebumikan pada Yatsrib.

Pada suatu hari, Aminah membawa anaknya ke pusara suaminya menggunakan seseorang pembantu perempuan   bernama Ummu Aiman. Mereka berangkat menggunakan mengendarai unta melalui padang pasir yang panas terik. Setelah berziarah­ & mengunjungi beberapa famili kurang lebih sebulan lamanya di Yatsrib (Madinah),­ mereka pun pergi ke Mekah.

Sekali lagi mereka mengarungi padang pasir yang sangat terik. Setiba mereka pada Kampung Abwa’ (antara Madinah & Mekah, kira-kira 37 km menurut Madinah), Aminah jatuh sakit & be­ berapa hari lalu mati global dan dikebumikan­ di sana.

Setelah pemakaman, menggunakan ditemani­ Ummu Aiman, Muhammad SAW pergi ke Mekah. Kakeknya, Abdul Muth-alib, menyambutnya menggunakan perasaan yg amat haru dan dukacita.

Dalam usianya yang ke-6, Muhammad SAW sudah­ sebagai yatim-piatu. Hal itu disebutkan pada Al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Bukankah Allah mendapatimu sebagai anak yatim,­ lalu Dia melindungimu. Dan Allah mendapatimu­ menjadi orang yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk” (QS.93:6–7).

Setelah Aminah tewas dunia, Abdul Muthalib merogoh alih tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Hidup bersama kakeknya ini juga tidak berlangsung lama  . Dua tahun kemudian, Abdul Muthalib meninggal dunia lantaran tua. Tanggung jawab selanjutnya beralih pada pamannya,­ Abi Thalib.

Di antara pamannya,­ memang Abi Thalib yg paling menyerupai kakeknya, yakni mewa­khawatir pembawaan seorang pemimpin­. Walaupun miskin, misalnya pula Abdul Muthalib, ia sangat disegani dan dihormati­ orang Quraisy & penduduk Mekah dalam umumnya.

Ketika berusia 12 tahun, Muhammad SAW sudah tumbuh menggunakan tubuh yang sehat & kuat. Siapa saja yang berteman dengannya akan merasa sayang dan senang kepadanya.

Dalam usia misalnya itu, Abi Thalib mengabulkan permintaan Muhammad SAW untuk ikut serta pada kafilahnya waktu beliau memimpin rombongan dagang ke Syam (Suriah).

Usia 12 atau 14 tahun merupakan usia yang terlalu kecil buat ikut pada perjalanan misalnya itu. Dalam perjalan­an ini kembali terjadi keajaiban yang merupakan pertanda kenabian Muhammad SAW.

Iringan kafilah Abi Thalib bergerak ke utara menuju­ Suriah. Sinar surya yg panas terik membakar rombongan­ musafir tidak dirasakan Muhammad SAW, lantaran segumpal awan menggantung­ di atas kepalanya bagaikan sebuah payung yg selalu menaunginya. Awan itu berge­rak mengikuti­ mobilitas kafilah dari pagi hingga sore. Apabila kafilah­ berhenti, awan itu pun turut berhenti.

Awan itu menarik perhatian seseorang rahib Kristen bernama Buhairah yg memperhatikan menurut atas biaranya pada Busra. Ia menguasai benar  isi kitab   Taurat dan Injil. Hatinya bergetar saat melihat dalam rombongan kafilah itu terdapat seseorang­ anak yang terang-benderang sedang me­ ngendarai unta.

Anak itulah yg terlindung dari sorotan sinar mentari  sang segumpal awan di atas kepalanya. “Inilah Roh Kebenaran yg dijanjikan itu,” pikirnya. Dia berlari ke jalan menyongsong kafilah itu dan mengundang mereka dalam satu perjamuan makan. Dalam jamuan itu, pendeta Bu­hairah terlibat dalam perbincangan dengan Abi Thalib. Selain awan tadi pada atas, perbincangan dengan Abi Thalib semakin mempertegas keyakinannya­ bahwa anak yang bernama Muhammad merupakan­ calon nabi yang ditunjuk Allah SWT.

Tan­da itu semakin dipertegas lagi sang isi perbincangannya menggunakan Muhammad SAW secara pribadi & pertanda kenabian yg masih ada di belakang bahunya­.

Ketika akan berpisah, rahib Buhairah mengatakan kepada Abi Thalib, “Saya berharap Tuan berhati-hati benar menjaga beliau. Saya yakin dialah nabi akhir zaman yg sudah usang ditunggu-tunggu sang seluruh umat manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui sang orang-orang Yahudi. Mereka­ telah membunuh nabi-nabi sebelum­nya. Saya nir mengada-ada, apa yg aku  jelas­kan itu merupakan dari apa yang saya ketahui dari Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam bepergian.”

Apa yg dikatakan pendeta Kristen itu membuat Abi Thalib memutuskan buat meningkatkan kecepatan urusannya di Suriah & segera pulang­ ke Mekah.

Gelar“al-Amin”. Pada ketika berusia 15 tahun, ketika terjadi perselisihan dan lalu peperangan­ antara suku Hawazin dan suku *Quraisy, Muhammad SAW terpaksa ikut membela sukunya. Ia bertugas menyediakan anak panah bagi paman-nya pada perang yg dinamakan Perang Fijar (Ar.: harb al-Fijar) itu.

Ia sendiri nir pernah membunuh musuh. Perang ini dinamakan Fijar atau perang yg melanggar kesucian, lantaran suku Hawazin menyerang­ suku Quraisy dalam bulan Zulkaidah,­ salah  satu bulan yang disebut bulan perdamaian.

Akibat perang itu, Ka’bah sebagai tidak ramai dikun­jungi­ orang pada animo haji. Hal itu secara irit menyebab-kan penduduk Mekah menderita,­ terutama rakyat­ mini  .

Ketika itu, Muhammad SAW yang semakin dewasa aktif membantu menyediakan­ air bagi orang yg datang beribadah ke Ka’bah, meskipun dia nir pernah melakukan iba­dah berdasarkan cara mereka.


Menyaksikan kemiskinan & penderitaan yang dialami penduduk Mekah tersebut pada atas, saat telah berusia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan hilf al-Fusul, sebuah forum yg bertujuan membantu orang miskin & orang yg teraniaya. Baik penghuni setempat juga­ pendatang mendapat perlindungan dan hak yg sama berdasarkan lembaga itu.

Melalui hilf al-Fusul ini, sifat kepe­mim­pinannya mulai tampak dan namanya makin harum pada kalangan warga  Mekah. Karena­ aktivitasnya pada hilf al-Fusul itu, pada samping­ ikut membantu perdagangan pamannya, namanya­ makin populer sebagai orang yang tepercaya.

Relasi dagangnya pula semakin luas lantaran keterangan kejujurannya segera tersiar dari mulut ke verbal, sebagai akibatnya beliau mendapat gelar al-Amin yang berarti orang yg tepercaya.

Dari waktu ke ketika, keadilan & kemanusiaan Muhammad SAW semakin dikenal pada masya­rakat. Ketika Muhammad SAW menginjak usia yang ke-35 tahun, bangunan Ka’bah yg didirikan (disempurnakan) sang Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Nabi Ismail Alaihi Salam, rusak berat karena banjir besar . Perbaikan­ Ka’bah pun dilakukan secara gotong-royong. Penduduk­ Mekah membantu pekerjaan itu menggunakan sukarela

Namun dalam ketika pekerjaan akan berakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat­ dan meletakkan­ Hajar Aswad atau batu hitam dalam tempatnya semula, muncul perselisihan. Setiap suku ingin menerima kehormatan­ & merasa lebih berhak dibandingkan yang lain buat melakukannya.

Pada ketika perselisihan itu sedang memuncak, Abu Umayah bin Mugirah menurut suku Makzum, sebagai orang yang tertua, tampil ke depan dan berkata, “Serahkanlah putusan engkau  ini pada orang yg pertama sekali memasuki pintu Safa ini.”

Semua kepala suku menyetujui usul tersebut. Semua menanti siapa yang mula-mula masuk me­lalui pintu itu. Kemudian tampaklah Muhammad SAW muncul dari sana. Semua hadirin berseru: “Itu dia al-Amin, orang yg tepercaya. Kami rela menerima keputusannya.”

Setelah persoalannya diketahui, Muhammad SAW pun mendapat kesepakatan  mereka itu. Ia kemu­dian mem­bentangkan serbannya pada atas tanah. Ia meletakkan Hajar Aswad di tengah, lalu meminta supaya seluruh kepala suku memegang tepi serban itu dan mengangkatnya serentak bersama-sama.

Setelah sampai pada ketinggian eksklusif yang diharapkannya, Muhammad SAW kemudian me­letakkan batu itu dalam tempatnya semula. Dengan­ demikian perselisihan bisa diselesaikan de­ngan bijaksana dan semua kepala suku merasa puas dengan penyelesaian serupa itu.

Pernikahan dengan Khadijah. Pada usianya yg ke-25, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid,­ seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke Suriah membawa barang da­gangan saudagar wanita yang sudah usang menjanda itu. Ia dibantu Maisarah, seorang pembantu lelaki yang sudah lama   bekerja pada Khadijah.

Sejak rendezvous pertama antara Khadijah dan Muhammad SAW, Khadijah telah menaruh simpati melihat­ penampilan Muhammad SAW yg tampan dan sopan itu. Kekagumannya­ bertambah besar  setelah mengetahui bahwa hasil yang dicapainya di Suriah melebihi perkiraannya.

Akhirnya Khadijah mengutus Maisarah & sahabat karibnya, Nufasah, buat mengungkapkan isi hatinya pada Muhammad SAW. Khadijah, yang berusia 40 tahun, me­lamarnya buat sebagai suaminya.

Setelah bermusyawarah menggunakan keluarganya,­ lamaran­ itu akhirnya diterima & dalam ketika dekat segera diadakan upacara perkawinan dengan sederhana­. Yang hadir dalam program itu diantaranya Abi Thalib, Waraqah bin Naufal (saudara sepupu Khadijah), & Abu Bakar as-Siddiq.

Perkawinan senang  & saling mengasihi itu pada­karuniai 6 orang anak, yaitu 2 putra & 4 putri bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah.

Kedua putranya meninggal­ semasa masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi hingga Khadijah mangkat , pada­ ketika Muhammad SAW berusia 50 tahun.

Dalam kehidupan tempat tinggal   tangga, suami-istri itu hayati bahagia & saling mencinta. Muhammad SAW tidak pernah menyakiti hati istrinya & sebaliknya­ istrinya ikhlas menyerahkan segala­nya pada suaminya. Kekayaan istrinya itu memberi kesempatan pada Muhammad SAW buat membantu orang miskin & tertindas.

Ia mendapat kesempatan buat lebih mengaktifkan æilf al-Fusul. Ia membebaskan budak de­ngan uang tebusan yang mahal. Semua budak yang telah dimiliki Khadijah sebelum perkawinan dimerdekakannya. Salah seorang di antaranya merupakan­ Zaid bin Harisah, yg lalu menjadi anak angkat Muhammad SAW.

Turunnya Wahyu. Meskipun Muhammad SAW bekerja membantu jemaah haji yg tiba ke Ka’bah menggunakan menyediakan air minum mereka, namun ia tidak pernah beribadah menurut agama orang Arab dan menyem­ bah berhala yg ada di kurang lebih Ka’bah itu.

Menjelang usianya yang ke-40, beliau bahkan tak jarang memisahkan diri dari keramaian­ rakyat buat lebih memusatkan pikiran­ guna mene-mukan jalan keluar supaya masya­rakat nir lagi menyembah berhala. Muhammad SAW acapkali mengasingkan­ diri ke Gua Hira, sekitar 6 km pada sebelah timur bahari kota Mekah.

Di lereng gunung itu, sekitar­ 20 m menurut puncaknya, masih ada sebuah gua yang sempit dan gelap. Di gua itulah Muhammad SAW mengheningkan cipta, bertafakur,­ & beribadah­ menurut kepercayaan  Ibrahim AS selama berjam-jam dan kemudian ber-hari-hari (Hira, Gua).

Jika dia rindu akan keluarga atau perbekalannya habis,­ ia pun pergi dan tiba kembali ke gua itu dengan membawa perbekalan secukupnya. Sepan-jang bulan Ramadan digunakannya buat beribadah­.

Pada 17 Ramadan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya terperinci-benderang memenuhi ruangan­ gua itu. Tiba-tiba Malaikat Jibril timbul pada ha­dapannya, membicarakan wahyu Allah SWT pertama yang berarti:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,­ dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (insan) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan pada manusia apa yg nir diketahuinya” (QS.96:1–lima).

Dengan turunnya wahyu­ yang pertama itu, Nabi Muhammad SAW yg sudah berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan­ tahun kamariah atau 39 tahun tiga bulan 8 hari berdasarkan perhitungan tahun syamsiah itu berarti telah dipilih Allah SWT sebagai rasu

Setelah pengalaman tersebut, dengan rasa khawatir­ dia pergi ke rumah dan menyampaikan pada Khadijah, “Selimuti aku , selimuti saya.” Sekujur tu­buhnya terasa panas dan dingin berganti-ganti. Ke­mudian selesainya merasa relatif damai, baru-lah beliau bercerita pada istrinya dengan permanen merasa cemas.

Khadijah berusaha menenangkan hati suaminya. Untuk lebih menenteramkan hati suaminya itu, Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW tiba pada saudara sepupunya, Wara-qah bin Naufal, yg poly mengetahui buku kudus Kristen dan Yahudi.

Setelah Waraqah bin Naufal mende­ngar cerita mengenai peristiwa pada Gua Hira itu, dia pun menyampaikan,

“Aku bersumpah menggunakan nama Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah, Tuhan telah memilihmu sebagai nabi kaum ini. An-Namus al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu akan berkata bahwa eng­kau penipu, mereka akan memusuhimu, mereka akan mem­buangmu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh, sekiranya aku  dapat hidup sampai hari itu, saya akan berjuang membelamu.”

Meskipun mengandung kekhawatiran, hati Nabi SAW sudah mulai damai kembali. Beberapa minggu kemudian Jibril tiba lagi membicarakan­ wahyu,

“Nun, demi kalam & apa yg mereka tulis; berkat nikmat Tuhanmu engkau  (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu sahih-benar pahala yang akbar yang nir putus-putusnya. Dan sesungguhnya­ engkau  sahih-sahih berbudi pekerti yang agung. Maka kelak engkau  akan melihat & mereka (orang-orang kafir pun) akan melihat; siapa di antara engkau  yang gila. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yg sesat menurut jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yg menerima petunjuk” (QS.68:1–7).

Wahyu berikutnya adalah awal surah al-Muzammil (73) ayat 1–9 yg memerintahkan Nabi SAW bangun­ malam buat berzikir & beribadah de­ngan tekun pada Allah SWT dan supaya Allah SWT dijadikan sebagai pelindung.

Wahyu ke 2 dan ketiga dimaksudkan buat me­ mantapkan hati Nabi Muhammad SAW. Barulah­ selesainya kemantapan itu sebagai semakin bertenaga, turun wahyu yang memerintahkan Nabi SAW buat berdakwah, menyebarkan ajaran Allah SWT.

Dakwah Nabi Muhammad SAW. Wahyu keempat­ merupakan surah al-Muddatsir (74) ayat 1–7, yang berarti:

“Hai orang yang berselimut; bangunlah kemudian berilah pe-ringatan!; dan Tuhanmu agungkanlah; & pakaianmu­ bersihkanlah; dan perbuatan dosa tinggalkanlah; dan janganlah kamu memberi (de­ngan maksud) memperoleh (balasan) yg lebih banyak. Dan buat (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”

Urutan turunnya keempat wahyu di atas adalah­ pendapat Abu Bakar Muhammad bin Ha­ris bin Abyad (seorang ulama hadis), berdasarkan hadis riwayat Jabir bin Zaid (seseorang ulama berdasarkan golongan tabiin).

Pendapat ini dianggap nir kuat. Pendapat yg lebih kuat menyampaikan bahwa wahyu­ pertama merupakan surah al-‘Alaq (96) ayat 1–5 dan wah­yu ke 2 surah al-Muddatsir (74) ayat 1–7. Pendapat ini berdasarkan pada hadis riwayat Bukhari, Muslim, al-Hakim, dan al-Baihaki menurut Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq & hadis yang diriwayatkan oleh at-Tabrani.

Dengan turunnya surah al-Muddatsir (74) ayat 1–7, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Pertama-tama, ia melakukannya secara membisu-membisu pada lingkungan rumah dan keluarganya sendiri serta di kalangan rekan-rekannya. Dengan demikian, orang yang pertama kali menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah perempuan   yang pertama kali masuk Islam.

Menyusul sehabis itu merupakan Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya yang baru berumur 10 tahun. Dialah pemuda muslim pertama. Kemu­dian Abu Bakar, teman karibnya semenjak masa ka­nak-kanak. Ia adalah laki-laki  dewasa yg pertama masuk Islam. Lalu menyusul Zaid bin Hari­absah, bekas budak yang sudah sebagai anak angkatnya, dan Ummu

Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih hayati. Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang sahabat dekatnya, misalnya Usman bin Affan, Zu-bair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa‘d bin Abi Waqqas, & Talhah bin Ubaidillah.

Mereka diajak Abu Bakar pribadi menemui Nabi SAW & masuk Islam di hadapan Nabi SAW sendiri. Dengan cara dakwah membisu-membisu ini, belasan orang telah masuk Islam.

Setelah beberapa lama   Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW menjalankan dakwah secara terperinci-terangan­. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Dalam kesempatan itu Nabi SAW mengungkapkan,

“Sesungguhnya orang yang sebagai mata-mata musuhnya sekalipun, nir akan sampai hati berdusta pada kaum kerabatnya sendiri. Demi Allah, bila saya berdusta pada­ orang ramai, saya tidak akan berdusta kepada kaum kerabatku.”

Setelah relatif menerima perhatian, dia meneruskan, “Demi Allah yg tidak ada Tuhan selain Dia, saya adalah utusan Allah pada kalian & pada insan biasanya­.”

Ia menjelaskan­ bahwa setiap orang akan mangkat  seperti orang tidur & lalu akan dibangkitkan balik  seperti orang dibangunkan berdasarkan tidurnya, kemudian setiap amalnya­ akan dipertanggungjawabkan dan diberi balasan, yang baik dibalas baik dan yg jahat dibalas dursila. Balasan itu hanya satu di antara 2: surga  atau neraka.

Melalui rendezvous misalnya ini terlihat bahwa di antara kerabat dekatnya hanya sedikit­ yg menerimanya­. Ada sebagian yang me­nolak tetapi dengan cara yang lemah-lembut dan terdapat jua yang menolaknya dengan cara yang kasar. Salah seorang yang menolak dengan kasar adalah Abu Lahab. Ia pada kesempatan itu bahkan mengungkapkan,­

“Tangkap Muhammad ini sebelum kamu di­keroyok oleh seluruh orang Arab. Kalau orang-orang Arab telah menantang engkau  gara-gara Muhammad ini, saya nir mampu membayangkan bagaimana jadinya.”

Mendengar pembicaraan­ Abu Lahab itu, Abi Thalib marah & mengungkapkan, “Demi Allah, selama kami masih hayati, Muhammad akan selalu kami bela.”

Langkah dakwah seterusnya yang diambil Na­bi SAW adalah pertemuan yang lebih besar . Nabi­ SAW pergi ke Bukit Safa, dekat Ka’bah. Di atas bukit itu, Nabi SAW berdiri dan berteriak memanggil­ orang banyak. Penduduk segera berkumpul pada lebih kurang Nabi SAW.

Lantaran Na­bi SAW merupakan orang yang tepercaya & belum pernah berbuat misalnya itu, penduduk berpendapat bahwa pastilah masih ada masalah yg penting­. Untuk menarik perhatian mereka, Nabi SAW pertama-tama mengungkapkan, “Saudara-saudaraku, bila saya mengatakan, pada belakang

bukit ini terdapat pasukan musuh yg besar  siap menyerang kalian, percayakah­ kalian?” Dengan serentak mereka menjawab, “Percaya. Kami tahu, Saudara belum pernah dusta ­. Kejujuran Saudara nir terdapat duanya. Sauda­ralah yg menerima gelar al-Amin.” Kemudian Nabi SAW menerus­kan,

“Kalau demikian, dengarkanlah­. Aku ini merupakan seorang pemberi peringatan (nadzir). Allah sudah meme­rintahkanku agar aku  memperingatkan saudara-saudara. Hendaknya engkau ­ hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain Allah. Apabila saudara ingkar, saudara akan terkena­ azab-Nya & saudara nanti akan menyesal. Penyesalan lalu nir terdapat gunanya.”

Khotbah Nabi SAW tersebut membuat orang marah. Seba­ gian yang hadir ada yang berteriak-teriak murka  dan ada yang mengejeknya sebagai gila. Namun terdapat juga yang membisu saja.

Pada kesempatan itu Abu Lahab berteriak, “Ce­lakalah engkau  hai Muhammad. Untuk inikah engkau ­ mengumpul­ kan kami?” Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab ini turunlah ayat 1–5 surah al-Lahab (111) yg membalas Abu Lahab, yang berarti:

“Binasalah ke 2­ tangan Abu Lahab dan sesungguh­ nya beliau akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang beliau sebaiknya. Kelak beliau akan masuk ke dalam barah yg bergolak. Dan (begitu jua) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang pada lehernya terdapat tali dari sabut.”

Aksi Menentang Dakwah Nabi SAW. Reaksi keras yang menentang dakwah Nabi SAW bermunculan. Namun, bisnis dakwahnya tetap dilanjutkan terus tanpa mengenal lelah, sehingga hasilnya mulai nyata. Jumlah pengikut­ Nabi SAW yang tadinya hanya belasan orang, makin­ hari makin bertambah.

Hampir setiap hari terdapat yang menggabungkan diri ke pada barisan pe­meluk­ Islam. Mereka terutama terdiri dari kaum perempuan  ,­ kaum budak, pekerja, & orang miskin serta lemah. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang lemah, tetapi semangat yang mendorong mereka beriman sangat membaja.

Tantangan yang paling keras terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW tiba berdasarkan para penguasa dan pengu­saha Mekah, kaum feodal, dan para pemilik­ budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi­ usang, pada samping pula risi jika struktur rakyat­ & kepentingan dagang mereka­ akan tergoyahkan langsung sang ajaran Nabi­ SAW yg menekankan keadilan so­naas dan persamaan derajat.

Mereka menyusun siasat­ untuk bisa melepaskan hu­bungan antara Abi Thalib dan Nabi Muhammad SAW. Mereka meminta agar Abi Thalib memilih satu di antara dua: memerintahkan­ Muhammad SAW supaya berhenti berdasarkan dakwah atau menyerahkannya pada mereka.

Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman tersebut dan minta supaya Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Tetapi Muhammad SAW menolak permintaannya. Nabi Muhammad SAW berkata, “De­mi Allah aku  nir akan berhenti memperjuangkan­ amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota famili dan sanak saudara akan mengu­cilkan saya­.” Mendengar jawaban kemenakannya itu, Abi Thalib kemudian mengungkapkan, “Teruskanlah, demi Allah aku  akan terus membelamu.”

Gagal menggunakan cara ini, mereka kemudian meng­utus Walid bin Mugirah dengan membawa seorang pemuda buat dipertukarkan menggunakan Muhammad SAW. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seseorang pemuda yg gagah & tampan.

Walid bin Mugirah berkata, “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan pada kami Muhammad buat kami bunuh, karena beliau sudah menentang­ kami & memecah belah kita.” Usul Quraisy itu langsung ditolak keras sang Abi Thalib dengan berkata,­

“Sungguh dursila pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian buat saya asuh & beri makan, & saya serahkan kemenakan aku  buat kalian bunuh. Sungguh suatu saran yang tak mungkin saya terima.”

Setelah orang Quraisy pulang mengalami kegagalan, berikutnya mereka menghadapi Nabi Muhammad SAW secara eksklusif. Orang Quraisy Mekah mengutus Utbah bin Rabi’ah, seorang ahli retorika, buat membujuk Nabi SAW.

Mereka memperlihatkan­ takhta, wanita, & harta yang diduga diinginkan Nabi SAW, asalkan Nabi Muhammad SAW berse-beliau menghentikan dakwahnya. Semua­ tawaran itu ditolak Muhammad SAW dengan menyampaikan,

“Demi Allah, biarpun mereka meletakkan­ matahari pada tangan kananku & bulan di tangan kiriku, aku  tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini, hingga agama ini menang atau saya binasa karenanya.”

Setelah gagal menghentikan dakwah Muhammad SAW dengan cara diplomatik & bujuk rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindakan kekerasan­. Mereka mempergunakan­ kekerasan fisik sesudah mengetahui bahwa rumah tangga mereka sendiri juga telah dimasuki pemeluk agama Islam.

Budak mereka yg selama ini mereka­ anggap menjadi harta kekayaan, sekarang sudah masuk Islam. Budak tadi disiksa dengan sangat kejam pada luar perikemanusiaan oleh tuan mereka. Mereka dipukul, dicambuk, dan nir diberi makan dan minum.

Ada yang ditelentangkan pada atas pasir yg panas & di atas dadanya diletakkan­ batu yg besar  & berat. Mereka yg merdeka, bukan budak, jua mendapat siksaan serupa­ berdasarkan keluarga mereka yg masih bertahan pada agama nenek moyang.

Setiap suku diminta menghukum dan menyiksa anggota keluarganya yg masuk Islam hingga murtad balik . Usman bin Affan, misalnya, dikurung pada kamar gelap & dipukuli hingga babak belur sang ang­gota keluarganya sendiri.

Orang yg tidak mempunyai pelindung yg disegani, misalnya Abu Bakar, menerima tindakan yang lebih keras. Secara keseluruhan, semenjak ketika itu umat Islam mendapat siksaan yang pedih menurut kaum Quraisy Mekah. Mereka­ dilempari kotoran, dihalangi buat melakukan­ ibadah pada Ka’bah, dan lain sebagainya.

Kekejaman yg dilakukan penduduk Me­kah terhadap kaum muslimin itu mendorong Nabi Muhammad SAW buat mengungsikan para sahabatnya ke luar Mekah.

Dengan pertimbangan yang mendalam, dalam tahun ke-5 kerasulannya, Nabi SAW menetapkan Abessinia atau Habasyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian, ka­rena raja negeri itu adalah seseorang yang adil, la­pang hati, & suka  menerima tamu.

Ia merasa pasti bahwa para pengikutnya akan diterima menggunakan­ terbuka. Rom­bongan pertama yang terdiri menurut 10 orang laki-laki  & 5 orang perempuan   berangkat. Di antara anggota rombongan masih ada Usman bin Affan bersama istrinya Ruqayyah (putri Rasulullah SAW), Zubair bin Awwan, & Abdurrahman bin Auf.

Kemudian menyusul rombongan ke 2 yg dipimpin­ Ja‘far bin Abi Thalib. Ada yg menyampaikan­ rombongan­ ini terdiri dari 80 laki-laki . Sumber lain menyebutkan mereka terdiri berdasarkan 83 pria dan 18 wanita.

Berbagai bisnis dilakukan orang Quraisy buat meng­ halangi hijrah ke Habasyah ini, terma­suk membujuk raja agar menolak kehadiran umat Islam pada sana. Tetapi aneka macam bisnis itu gagal juga. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin bertambah jumlah yang memeluk Islam.

Bahkan pada tengah meningkatnya kekejaman itu, 2 orang kuat Quraisy masuk Islam, yakni Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab. Dengan masuknya dua orang yg dijuluki “singa Arab” itu, semakin kuatlah posisi umat Islam & dakwah Muhammad SAW dalam waktu itu.

Menguatnya posisi Nabi SAW & umat Islam tadi menciptakan reaksi kaum Quraisy semakin keras. Karena mereka beropini bahwa kekuat­an Muhammad SAW terletak pada perlindungan Bani Hasyim, mereka berusaha melumpuh­ kan Bani Hasyim secara keseluruhan menggunakan melaksanakan­ blokade.

Mereka menetapkan segala bentuk hubungan menggunakan suku ini. Tidak seseorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan menggunakan Bani Hasyim, termasuk hubun-gan jual-beli & pernikahan. Persetujuan yg mereka untuk dalam­ bentuk piagam itu mereka tandatangani beserta-sama & mereka gantungkan dalam Ka’bah.

Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, ke­miskinan, & kesengsaraan. Untuk meringankan penderitaan­ itu, Bani Hasyim akhirnya pindah ke suatu lembah pada luar kota Mekah buat mengungsi.

Tindakan pemboikotan yg dimulai pada tahun ke-7 kenabian ini berlangsung selama 3 tahun dan merupakan tindakan yg paling menyiksa. Pemboikotan itu baru berhenti karena masih ada beberapa pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa­ tindakan pemboikotan itu sungguh suatu tindakan yg keterlaluan.

Kesadaran itulah yg kemudian­ mendorong mereka untuk melanggar perjanjian yg mereka buat sendiri. Dengan demikian,­ Bani Hasyim seakan dapat bernapas pulang dan pergi ke tempat tinggal   masing-masing.


Setelah Bani Hasyim sampai di rumah masing-masing, Abi Thalib, paman Nabi Muham­mad SAW yang me­rupakan pelindung utamanya, mangkat  dunia da­lam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah, istrinya yang tercinta dan teman seperjuangan yg selalu mendampinginya, pula meninggal global.


Tahun­ ke-10 kenabian ini benar-benar adalah tahun kesedihan (‘Am al-huzn) bagi Nabi Muham­ mad SAW. Apalagi, sepeninggal dua pendukung itu, orang Quraisy tidak segan-segan melampiaskan ke­benciannya kepada Nabi SAW.


Melihat perilaku penduduk Mekah sedemikian rupa, Nabi SAW kemudian­ berusaha membuatkan dakwahnya ke luar kota, yaitu ke Ta’if, sebuah kota kecil yang berjarak 65 km di sebelah tenggara kota Mekah.

Namun, reaksi yang diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk Ta’if) nir berbeda dengan reaksi penduduk Mekah. Nabi SAW diejek, disoraki, dan pada­lempari batu, sehingga Nabi SAW terluka pada bagian kepala dan badannya.

Peristiwa Isra Mikraj. Pada tahun ke-10 kena­bian, Nabi Muhammad SAW melakukan isra mikraj, yaitu Allah SWT memperjalankan Nabi SAW dalam malam hari (isra) menurut Masjidilharam ke Masjidilaksa di Yerusalem & kemudian membawa Nabi SAW naik (mikraj) ke langit buat meng­ hadap Allah SWT di sidratulmuntaha.

Peristiwa luar biasa yang dikaruniakan Allah SWT kepada hamba-Nya ini adalah suatu kehormatan khusus bagi Nabi Muhammad SAW. Dalam surah al-Isra’ atau Bani Isra’il (17) ayat 1 Allah SWT berfirman,

“Maha Suci Allah, yg sudah memperjalankan­ hamba-Nya dalam suatu malam menurut Masjidilharam­ ke Masjidilaksa yang sudah Kami berkahi sekelilingnya supaya Kami perlihatkan kepadanya sebagian­ dari tanda-pertanda (kebesaran) Kami. Sesung­guhnya Dia merupakan Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dalam kesempatan mikraj itulah Allah SWT menurunkan kewajiban salat 5 waktu. Berita mengenai isra & mikraj itu telah menggemparkan­ rakyat Mekah.

Bagi orang kafir, ia dijadikan bahan propa-ganda buat mendustakan Nabi SAW. Akan tetapi bagi orang yang beriman, ia dijadikan bahan ujian.

Hijrah. Harapan baru bagi perkembangan dakwah Islam ada menggunakan datangnya jemaah haji ke Ka’bah di Mekah yg berasal berdasarkan Yatsrib (Madinah). Nabi SAW memanfaat­ kan kesempatan itu buat membuatkan kepercayaan  Allah SWT pada jemaah menggunakan mendatangi kemah mereka.

Usaha Nabi SAW itu selalu diikuti Abu Lahab & kawan-kawannya menggunakan­ mendustakan Nabi SAW sehingga bisnis Nabi SAW ini nir mendapat sambutan yg dibutuhkan­.

Suatu waktu Nabi SAW bertemu dengan enam orang berdasarkan suku Aus dan Khazraj yg dari berdasarkan Yatsrib. Setelah Nabi SAW membicarakan utama ajaran Islam, mereka menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka mengatakan,

“Bangsa kami telah lama   terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kini kiranya Tuhan mempersatukannya balik  menggunakan perantaraanmu & ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena­ itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui­ kepercayaan  yang kami terima dari kamu ini.

Pada trend haji berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yg terdiri menurut 12 orang dari suku Khazraj & Aus. Mereka menemui Nabi Muhammad SAW di suatu tempat yang bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar kesetiaan.

Rombongan ini lalu­ balik  ke Yatsrib sebagai juru dakwah de­ngan ditemani Mus‘ab bin Umair yg sengaja diutus Nabi SAW atas permintaan mereka. Pada animo haji berikutnya, jemaah haji yg datang­ berdasarkan Yatsrib berjumlah­ 75 orang. Mereka menemui­ Nabi SAW di Aqabah.

Dalam rombongan ini masih ada seluruh orang yang sudah menemui Nabi SAW pada 2 isu terkini sebelumnya­. Dalam kesempatan ini, atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib­. Mereka seluruh berjanji akan membela Nabi SAW menurut segala ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan.

Setelah mengetahui adanya perjanjian antara Nabi SAW & orang Yatsrib, kaum Quraisy semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal itu menciptakan Nabi SAW segera memerintahkan para sahabatnya buat hijrah ke Yatsrib.

Secara diam-diam berangkatlah rombongan demi rom­bongan yang terdiri berdasarkan dua atau tiga orang muslim ke Yatsrib. Dalam wak-tu dua bulan, hampir seluruh kaum muslimin sejumlah sekitar 150 orang telah berada di Yatsrib.

Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as-Siddiq permanen tinggal pada Mekah bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat wahyu buat hijrah ke Yatsrib.

Dengan berpindahnya sebagian kaum muslimin ke Yatsrib, kaum musyrikin Quraisy berencana­ buat membunuh­ Nabi Muhammad SAW sebelum sempat menyusul umatnya ke Yatsrib. Pembunuhan itu direncanakan­ melibatkan­ semua suku. Setiap suku diwakili sang seseorang pemudanya yang terkuat.

Rencana itu terdengar Nabi SAW, sehingga dia mer-encanakan hijrah bersama teman Abu Bakar. Abu Bakar ditugaskan buat mem­persiapkan segala hal yg dibutuhkan dalam perjalan­an, termasuk dua ekor unta. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib diminta buat menggantikan Nabi SAW mene-mpati loka tidurnya agar kaum musyrikin menerka bahwa Nabi SAW masih tidur.

Pada ma­lam hari yg direncanakan, di tengah malam buta, Nabi SAW keluar menurut rumahnya tanpa diketahui para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yg sudah siap menunggu. Mereka berdua keluar menurut Mekah menuju­ sebuah gua pada Gua Sur, kira-kira tiga mil pada sebelah selatan kota Mekah. Mereka bersembunyi di pada gua itu selama 3 hari tiga malam menunggu ke­adaan aman.

Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena menduga Nabi SAW telah sampai pada Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar berdasarkan persembunyiannya­. Pada ketika itu Abdullah bin Uraiqit yg diperintahkan­ Abu Bakar pun datang dengan membawa 2 ekor unta yg memang telah dipersiapkan sebelumnya.

Berangkatlah Nabi SAW & sahabatnya itu menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.

Setelah 7 hari bepergian, Nabi SAW & Abu Bakar datang pada Quba, sebuah desa yg berjarak lima km berdasarkan Yatsrib. Di desa ini, Nabi SAW beristirahat­ selama beberapa hari.

Ia menginap pada tempat tinggal   Kalsum bin Hindun. Di laman rumah ini Nabi SAW membentuk masjid (Masjid Quba). Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW menjadi pusat peribadatan. Tak usang lalu, Ali menggabungkan­ diri menggunakan Nabi SAW.

Sementara­ itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya­. Menurut perhitungan mereka, menurut­ perhitungan yg lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib.

Oleh karenanya mereka pulang ke tempat yang tinggi, memandang ke jurusan Quba, menan-tikan & menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rom-bongan. Akhirnya saat yg mereka tunggu-tung­gu itu tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris pada sepanjang­ jalan dengan menyanyikan lagu:

“Telah tiba bulan purnama, dari €aniyyah al-Wada‘i (celah-celah bukit). Kami wajib  bersyukur, selama terdapat orang yang menyeru pada Ilahi. Wahai­ orang yang diutus kepada kami, engkau  sudah membawa sesuatu yg harus kami taati.”

Setiap orang ingin supaya Nabi SAW mampir dan menginap­ pada rumahnya. Mereka memang mengundang­ Nabi SAW buat itu. Namun Nabi SAW hanya berkata, “Aku akan menginap di mana untaku berhenti. Biarkanlah beliau berjalan sekehendak hatinya.”

Unta itu ternyata berhenti pada tanah milik dua anak yatim, Sahal & Suhail, di depan rumah Abu Ayyub al-An-sari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub menjadi loka menginap­ ad interim. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal pada rumah Abu Ayyub, sementara kaum muslimin bergotong-royong membentuk tempat tinggal   untuknya­.

Sejak itu, nama kota Yatsrib diubah sebagai MadÓnah an-Nabi (kota Nabi). Orang sering juga menyebutnya Madinah al-Munawwarah (kota yg bercahaya), lantaran berdasarkan sanalah sinar Islam memancar­ ke semua dunia. Dalam penggunaan sehari­-hari, kota itu diklaim Madinah.

Terbentuknya Negara Madinah. Setelah Nabi SAW datang dan diterima penduduk Yatsrib (Madi­nah), Nabi SAW sebagai pemimpin penduduk kota­ itu. Ia segera meletakkan­ dasar kehidupan yg kokoh bagi pembentukan­ suatu rakyat baru.

Dasar pertama yang ditegakkannya adalah ukhuwah islamiah (persaudaraan pada Islam), ya­itu antara Muhajirin (orang yg hijrah berdasarkan­ Mekah ke Madinah) & Ansar (penduduk Madinah­ yg telah masuk Islam & ikut membantu kaum Muhajirin itu). Nabi SAW mempersaudarakan­ individu berdasarkan golongan Mujahirin menggunakan­ individu menurut golongan Ansar.

Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan­ Abu Bakar menggunakan Kharijah bin Zaid dan Ja‘far bin Abi Thalib dengan Mu‘az bin Jabal. Dengan demikian, dibutuhkan­ masing-masing orang akan merasa terikat pada suatu persaudaraan dan ke­keluargaan.

Dengan­ per­saudaraan ini, Rasulullah SAW telah membentuk suatu persaudaraan yang baru, yaitu per­ saudaraan berdasarkan agama, menggantikan per­saudaraan menurut darah atau keturunan.

Dasar kedua merupakan wahana terpenting untuk mewujud­kan rasa persaudaraan itu, yakni loka pertemuan. Sarana itu merupakan masjid, loka buat melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjemaah, yg jua bisa digunakan sebagai sentra kegiatan buat aneka macam hal, seperti proses belajar mengajar, mengadili kasus yang ada pada masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang­.

Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu & pribadi ikut membentuk beserta-sama kaum muslimin. Masjid yg dibangun itu (Masjid Nabawi) cukup akbar, pada atas sebidang­ tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Ansari.

Dindingnya­ terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya berdasarkan daun dan pelepah kurma. Dekat masjid itu dibangun jua sebuah tempat tinggal   tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.

Dasar ketiga merupakan hubungan persahabatan dengan­ pihak lain yg nir beragama Islam. Di Madinah, di samping orang Arab Islam, juga masih masih ada golongan rakyat Yahudi dan orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka.

Agar stabilitas masyarakat bisa diwujudkan, Nabi Muhammad SAW menga­dakan ikatan perjanjian menggunakan mereka. Sebuah piagam yg menjamin kebebasan beragama orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluar­ kan. Setiap golongan rakyat me­miliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.

Kemerdekaan­ beragama dijamin & seluruh anggota rakyat­ berkewajiban mempertahankan­ keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam piagam itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW sendiri menjadi ketua pemerintahan­ Madinah, lantaran selama ini sejauh menyangkut peraturan dan rapikan tertib generik, otoritas­ diberikan pada Nabi SAW.

Segala perkara dan perse­lisihan dibawa kepadanya­ buat diselesaikan­. Dalam bidang sosial, beliau meletakkan dasar persamaan antarmanusia. Perjanjian ini, dalam pandangan­ ketatanegaraan dewasa ini, acapkali dianggap menggunakan Piagam Madinah atau Mitsaq Madinah.

Masyarakat yang dibangun Nabi Muhammad SAW di Madi-nah sesudah hijrah itu telah dapat dikatakan menjadi sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW menjadi ketua negaranya.

Dengan terbentuknya negara Madinah itu, Islam makin bertambah bertenaga. Perkembangan Islam yang pesat itu menciptakan orang Mekah sebagai risau, takut kalau-jika umat Islam memukul me­reka dan membalas kekejaman yg pernah mereka­ lakukan.

Mereka pula khawatir, kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai kaum muslimin Madinah. Jika demikian, masa depan­ perdagangan mereka akan sebagai suram.

Para­ Muhajirin memang tidak pernah melupakan ne­geri tumpah darah mereka. Bahkan pada taktik perjuangan Nabi SAW, Mekah memiliki arti yang sangat penting dan karena itu wajib  dikuasai.

Untuk memperkokoh & mempertahankan ke­beradaan negara yg baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota,­ baik pribadi pada bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muthalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir Laut Merah.

Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiyah. Sa‘d bin Abi Waqqas ke Hijaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa & di sana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damrah, ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin & Ansar, dan ke Usyairah. Di Usyairah Nabi SAW mengadakan­ perjanjian dengan Bani Mudij.

Demikianlah aktivitas Nabi Muhammad SAW pada tahun pertama berdirinya negara Madi­nah. Ekspedisi itu sengaja digerakkan­ Nabi SAW menjadi aksi siaga dan melatih ke­ mampuan calon pasukan yang memang absolut diperlukan­ buat melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk­. Perjanjian perdamaian menggunakan banyak sekali­ kabilah dimaksudkan sebagai usaha­ memperkuat kedudukan Madinah.

Perang Badar. Perang Badar yang adalah perang antara kaum muslimin Madinah & kaum musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada 2 H/624 M.

Perang ini merupa­kan puncak  dari sejumlah konfrontasi yang poly terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah & musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar sehabis aneka macam upaya tenang yg dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.

Tentara muslimin Madinah terdiri berdasarkan 313 orang den-gan perlengkapan sederhana. Senjata mereka terdiri dari pedang,­ tombak, dan panah. Dalam perang ini Nabi SAW sendiri yg memberi komando­.


Berkat kesetiaan pada kepemimpinan Nabi SAW & dengan iman serta semangat yang membaja, kaum muslimin keluar menjadi pemenang. Abu Jahal, panglima perang Mekah dan musuh utama Nabi SAW semenjak awal, mangkat  dalam perang itu.

Tujuh puluh orang meninggal menurut pihak Quraisy dan 70 orang menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 orang yang gugur menjadi syahid­. Kemenangan ini sungguh me­rupakan pertolongan­ Allah SWT (QS.3:123).

Orang Yahudi Madinah merasa tidak bahagia­ menggunakan ke-menangan kaum muslimin. Mereka memang nir sepenuh hati mendapat perjanjian yang sudah dibentuk antara mereka & Nabi SAW.

Sementara itu, Nabi Muhammad SAW terus berusaha menyelesaikan­ masalah yg berhubungan dengan para tawanan melalui musyawarah menggunakan para teman­. Melalui musyawarah itu, Nabi SAW akhirnya­ menetapkan supaya para tawanan dibebaskan menggunakan tebusan sinkron menggunakan kemampuan sendiri atau kemampuan famili masing-masing.

Tawanan yg pintar membaca & menulis bisa dibebas-kan jika bersedia mengajari orang Islam yg masih buta aksara. Akan namun, tawanan­ yang tidak memiliki­ kekayaan apa-apa dan nir pula pintar membaca dan menulis, dibebaskan.

Tidak lama   sehabis itu Nabi SAW menandatangani­ se­buah piagam perjanjian dengan beberapa­ suku Badui yg bertenaga. Mereka ingin menjalin hubungan menggunakan Nabi SAW lantaran melihat kekuatan­ Nabi SAW. Akan namun, ternyata suku itu hanya memuja kekuatan semata-mata.

Sesudah Perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qai­nuqa, suku Yahudi Madinah yg berkomplot dengan­ orang Mekah, dan mengusir mereka ke Suriah.

Perang Uhud. Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud dalam tiga H/625 M. Perang ini meletus karena impian balas dendam orang musyrikin Quraisy Mekah yang kalah pada Perang Badar.

Pasukan Quraisy, menggunakan dibantu kabilah Tihamah & Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda pada bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka menggunakan baju besi. Adapun pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang.

Setelah berlangsung perang tanding yg dimenangkan­ kaum muslimin, perang pun berkobar. Para prajurit Islam bisa memukul mundur pasukan­ musuh yg lebih besar  itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan­ harta mereka.

Melihat kemenangan yang sudah pada ambang pintu­ itu, para pemanah yg ditempatkan Rasulullah­ SAW pada puncak  bukit meninggalkan posnya & turun buat merogoh harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah SAW untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimanapun sebelum diperintahkan.

Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini di­manfaatkan musuh yg segera melancarkan agresi pulang. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu lagi menangkis serangan. Mereka terjepit dan satu per satu pahlawan Islam berguguran­.

Nabi SAW sendiri terkena­ serangan musuh. Sisa pasukan Islam diselamatkan fakta tidak sahih yg diterima pasukan musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan agresi buat lalu mengakhiri pertempuran itu. Peperangan ini mengakibatkan­ 70 orang pejuang Islam gugur menjadi syahid.

Perang Khandaq. Perang yang terjadi dalam 5 H/627 M ini adalah perang antara kaum muslimin Madinah pada satu pihak dan masyarakat Yahudi­ Madinah yg meng­ungsi ke Khaibar dan rakyat Mekah di lain pihak. Karena itu perang ini dinamakan juga Perang Ahzab (sekutu bebera­pa suku).

Pasukan adonan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Nabi SAW, mengusulkan­ supaya kaum muslimin membuat parit pertahanan­ pada bagian kota yg terbuka. Karena itu perang ini pula dianggap Perang Khandaq (parit).

Tentara sekutu yang tertahan sang parit itu mengepung­ Madinah dengan mendirikan perkemahan­ di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan­ yang menyebabkan rakyat Madinah terputus hubungannya menggunakan dunia luar relatif membuat warga  Madinah menderita berat.

Suasana kritis itu masih ditambah juga sang pengkhianatan­ orang Yahudi Madinah, yaitu Bani­ Quraizah, pada bawah pimpinan Ka‘ab bin Asad. Namun akhirnya pertolongan Allah SWT-lah yang menyelamatkan kaum muslimin.

Setelah sebulan mengadakan pengepungan, sekutu mengalami­ kekurangan persediaan kuliner. Sementara itu, pada ma­lam hari angin & badai turun menggunakan amat kencang, menghantam & menerbangkan kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu itu.

Mereka­ terpaksa menghentikan pengepungan & balik  ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil. Pengkhianat Yahudi menurut Bani Qurai­zah dijatuhi sanksi yg keras, yakni sanksi tewas. Hal ini dinyatakan dalam surah al-Ahzab (33) ayat 25–26.

Perjanjian Hudaibiyah. Pada 6 H/628 M, waktu­ ibadah haji telah disyariatkan, impian kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat berge­lora. Nabi SAW memim­pin langsung kurang lebih 1.400 orang kaum muslimin berangkat pada bulan suci, bulan yg tidak boleh adanya perang, untuk melaku­ kan ibadah umrah.

Untuk itu, mereka mengenakan sandang ihram dan membawa senjata ala kadarnya buat menjaga diri, bukan buat berperang. Se­belum datang di Mekah, mereka berkemah di Hudai­biyah, yg terletak beberapa kilometer dari Mekah­.

Orang kafir Quraisy melarang­ kaum muslimin masuk ke Mekah menggunakan menempat­kan jumlah tentara yang akbar buat berjaga-jaga. Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah & Mekah yg diantaranya berisi:

(1) kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah­ dalam tahun tersebut, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya;

(2) usang kunjungan dibatasi 3 hari saja & saat itu orang Quraisy akan men-gosongkan kota;

(3) kaum mus­limin harus mengembalikan orang Mekah yang melarikan­ diri ke Madinah, kebalikannya pihak Quraisy ti­dak wajib  menolak orang Madinah yang kembali ke Mekah;

(4) sela­ma 10 tahun diberlakukan gencatan senjata antara rakyat­ Madinah­ & masyarakat Mekah; 

(lima) tiap kabilah­ yg ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy atau kaum muslimin diberi keb­ebasan­ melaku­kannya­ tanpa menerima rintangan.

Kesediaan orang Mekah buat berunding dan membuat perjanjian dengan kaum muslimin sahih-sahih adalah kemenangan diplomatik yang besar  bagi kaum muslimin.

Lantaran menggunakan diberlakukannya perjanjian tadi, paling tidak telah terbuka harapan bagi kaum muslimin buat merogoh alih Ka’bah dan kemudian Mekah.

Dengan perjanjian tersebut, tujuan utama Nabi SAW sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, buat lalu menurut sana me­nyiarkan Islam ke wilayah lain.

Ada 2 faktor utama yang mendorong ke­bijakan ini. Pertama, Mekah merupakan sentra keagamaan bangsa Arab dan dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam diperlukan Islam dapat tersebar keluar­. Kedua, apabila suku Quraisy dapat diislamkan, Islam akan mem­peroleh dukungan yg besar , karena orang Quraisy memiliki­ kekuasaan­ dan imbas yg akbar pada kalangan bangsa Arab.

Setahun lalu ibadah haji dapat ditunaikan sesuai menggunakan planning. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam selesainya menyaksikan ibadah haji orang Islam itu, di samping melihat kemajuan­ yang dicapai masyarakat Islam Madinah.

Penyebaran Islam ke Negeri Lain. Gencatan senjata den-gan penduduk Mekah memberi kesempatan pada Nabi SAW untuk menoleh ke banyak sekali negeri yg lain sambil memikirkan­ bagaimana cara mengislamkan mereka.

Salah­ satu cara yg ditempuh Nabi SAW kemu­dian merupakan mengirim utusan & surat pada banyak sekali ketua negara & pemerintahan. Di antara raja yang dikirimi surat sang Nabi SAW adalah raja Gassan (Iran), Mesir, Abessinia, Persia, dan Romawi.

Melalui cara yang demikian, nir terdapat raja tersebut yang masuk Islam. Akan tetapi, paling nir menggunakan cara itu risalah Islam sudah hingga kepada mereka. Di antara mereka ada yg menolak dengan baik dan simpatik sambil mengi­rimkan aneka macam hibah, namun ada pula yang me­nolak dengan kasar.

Di antara raja yg menolak dengan kasar ada­lah raja Gassan. Utusan Nabi SAW dibunuh menggunakan­ kejam oleh raja ini. Sebagai jawabannya Nabi SAW lalu mengirim pasu­ kan perang sebanyak tiga.000 orang pada bawah pimpinan Zaid bin Harisah buat memerangi raja Gassan yg bersekutu menggunakan Romawi.

Peperangan terjadi di Mu’tah, di ujung selatan Laut Mati, kini   termasuk wilayah Yordania. Pa­sukan Islam menerima kesulitan menghadapi tentara Gassan yang mendapat donasi eksklusif dari Romawi.

Beberapa pahlawan gugur pada pertempuran melawan pasukan yg berkekuatan ratusan ribu orang itu. Di antara mereka yg gugur adalah Zaid bin Harisah sendiri, Ja‘far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Abi Rawahah.

Melihat kenyataan yang tidak berimbang itu, Khalid bin Walid, yang telah masuk Islam, merogoh alih komando dan memerintahkan pasukan buat menarik diri & pulang ke Madinah. Perang ini diklaim dengan Perang Mu’tah.

Kembali ke Mekah. Selama 2 tahun Perjanjian Hudai­biyah, dakwah Islam sudah menjang­kau seluruh Seme­nanjung Arabia & menerima tanggapan yang positif.

Hampir seluruh Semenanjung Arabia, termasuk suku yang paling selatan, telah menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal yang demikian menciptakan orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah itu ternyata­ sudah menjadi senjata bagi umat Islam buat memperkuat dirinya.

Oleh karenanya, secara sepi­hak orang Quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Mereka menyerang Bani Khuza‘ah yg berada di bawah proteksi Islam hanya karena kabilah ini berselisih menggunakan Bani Bakar yg menjadi sekutu Quraisy.

Sejumlah orang Khuza‘ah dibunuh­ & yg lainnya dicerai-beraikan. Bani Khuza‘ah segera mengadu kepada Nabi Muhammad SAW dan meminta keadilan.

Rasulullah SAW segera bertolak dengan 10.000 orang tentara buat melawan kaum mu­syrik Mekah itu. Kecuali perlawanan mini   dari kaum Ikrimah & Safwan, Nabi Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki­ kota Mekah.

Nabi SAW memasuki kota itu menjadi peme­nang. Pasukan Islam memasuki Mekah tanpa ke­kerasan. Patung berhala pada seluruh negeri dihancurkan­. Allah SWT berfirman yg berarti: “…Kebe­naran telah datang & yang batil sudah lenyap. Sesungguhnya yg batil itu merupakan sesuatu yang niscaya lenyap” (QS.17:81).

Setelah melenyapkan berhala itu, Nabi SAW berkhotbah menjanjikan ampunan Allah SWT terhadap orang Quraisy. Setelah khotbah disampaikan, berbondong-bondong mereka datang & memeluk agama Islam. Ka’bah higienis dari berhala & berdasarkan tradisi serta norma orang musyrik. Sejak itu, Mekah berada pada bawah kekuasaan Nabi SAW.

Setelah Mekah bisa dikalahkan, masih terdapat­ suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Mereka merupakan kaum musyrikin Mekah­.

Suku ini berkomplot membentuk­ satu pasukan buat memerangi Islam karena ingin menuntut­ bela atas berhala mereka yang diruntuhkan­ Nabi SAW dan umat Islam pada Ka’bah.

Pasukan mereka dipimpin Malik bin Auf (dari Bani Nasr). Dalam perjalanan mereka ke Mekah itu, mereka berkemah pada Lembah Hunain yang sangat­ strategis.

Kurang lebih dua minggu selesainya pendudukan Mekah itu, Nabi SAW lalu memimpin­ kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain. Pasukan Islam sebagai kacau balau & banyak di antara mereka yg gugur.

Setelah banyak anggota pasukan yang menjadi goyah, Nabi SAW lalu memberi semangat & langsung memimpin peperangan­ itu sebagai akibatnya umat Islam bisa memenangkan­ pertempuran dalam saat yg tidak terlalu usang.

Pasukan musuh yang melarikan diri ke Ta’if terus diburu dan sehabis beberapa minggu menye­ rah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf menyatakan diri masuk Islam.

Dengan ditaklukkannya Bani Saqif dan Bani Hawazin, semua Semenanjung Arabia berada pada bawah­ satu kepe­ mimpinan, yakni kepemimpinan Na­bi SAW. Melihat fenomena itu, Heraclius, pemim­pin Romawi, menyusun pasukan akbar pada Suriah, kawasan di utara Semenanjung Arabia yg merupakan­ daerah pendudukan Romawi.

Dalam pasukan besar  itu bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides. Dalam masa panen & dalam animo yang sangat panas itu, poly pahlawan Islam yang menyediakan­ diri buat berperang beserta Nabi SAW.

Pasukan Romawi lalu menarik diri sesudah melihat besarnya pasukan yg dipimpin Nabi SAW. Nabi SAW sendiri nir melakukan pengejaran, namun berkemah di Tabuk. Di sini Nabi SAW membuat beberapa perjanjian menggunakan penduduk setempat dan dengan demikian wilayah perbatasan itu dapat dirangkul ke pada barisan Islam. Perang Tabuk inilah perang terakhir yang diikuti Nabi SAW.

Pada 9 H/631 M & 10 H/632 M banyak suku berdasarkan semua pelosok Arab yg mengutus delegasinya pada Nabi Muhammad SAW buat menyatakan tunduk kepada Nabi SAW.

Masuknya orang Mekah ke dalam kepercayaan  Islam mempunyai dampak yang amat akbar dalam penduduk Arab. Oleh karenanya, tahun ini dianggap dengan Tahun Perutusan atau ‘Am al-Bi‘tsah.

Mereka yg tiba ke Madinah, rombongan demi rombongan, mengusut ajaran Islam dan sehabis itu mereka balik  ke negeri masing-masing untuk mengajarkannya­ kepada­ kaumnya.

Dengan cara ini, persatuan Arab terbentuk. Peperangan antarsuku yang berlangsung selama ini berubah menjadi persaudaraan agama. Pada ketika seperti itulah turun firman Allah SWT yg berarti:

“Apabila sudah datang pertolongan Allah & kemenangan; & kamu lihat insan masuk kepercayaan  Allah dengan berbondong-bondong; maka bertasbihlah­ menggunakan memuji Tuhanmu & mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat” (QS.110:1–tiga).

Kini apa yang ditugaskan pada Nabi Muhammad SAW sudah tercapai. Di tengah suatu bangsa yg tenggelam pada kebiadaban sudah lahir­ seorang nabi.

Ia telah berhasil membacakan ayat Allah SWT kepada mereka dan menyuci­ kannya dan mengajarkan kitab   & nasihat pada­ mereka, padahal sebelumnya mereka berada pada kegelapan­ yang pekat.

Pada awalnya Nabi SAW menemu­kan mereka bergelimang dalam ketakhayulan yg merendah­kan derajat manusia, lalu beliau mengilhami mereka menggunakan agama pada satu-satunya Tuhan Yang Maha Benar dan Maha Kasih Sayang.

Ketika bercerai-berai & terlibat pada peperangan yg se-olah-olah tak ada akhirnya, mereka dipersatukannya menggunakan ikatan persaudaraan. Kalau sebelumnya Semenanjung­ Arabia berada dalam kegelapan rohani, dia datang membawa cahaya terang-benderang buat menyinari­ mereka secara rohani.

Pekerjaannya­ terselesaikan sudah­ dan seluruhnya diselesaikannya­ menggunakan baik semasa hidupnya. Di sinilah letak keunggulan Nabi Muhammad SAW dibanding dengan nabi yg lain.

Ibadah Haji Terakhir. Pada 10 H/632 M Nabi SAW mengerja-kan ibadah haji yg terakhir, yang disebut jua dengan haji wadak. Pada 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan­ Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya. Pada waktu wukuf pada Arafah, pada tengah lautan insan itu, Nabi Muhammad SAW menyampai­kan khotbahnya yg sangat bersejarah. Isi khotbah itu diantaranya: embargo menumpahkan darah kecuali menggunakan hak dan larangan mengambil harta orang lain menggunakan batil, lantaran nyawa dan harta benda merupakan kudus; larangan riba dan embargo men-ganiaya; perintah buat memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut; perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran pada antara me­reka di zaman Jahiliah harus saling dimaafkan; pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliah tidak lagi dibenarkan;­ persau-daraan dan persamaan pada antara manu­sia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yakni mereka memakan apa yang dimakan majikannya dan menggunakan apa yang dipakai majikannya; dan yang terpenting merupakan bahwa umat Islam wajib  selalu berpegang pada dua asal yg tak pernah lama  , yakni Al-Qur’an dan sunah Nabi SAW.

Setelah itu Nabi SAW bertanya pada semua jemaah, “Sudahkah aku  mengungkapkan amanat Allah, kewajibanku, kepada engkau  sekalian?” Jema­ah yg ada di hadapannya segera menjawab, “Ya, memang demikian adanya.” Nabi Muhammad SAW kemudian menengadah ke langit sembari mengucapkan, “Ya Allah, Engkaulah sebagai saksiku.” De­ngan istilah-kata misalnya itulah Rasulullah SAW meng­akhiri khotbahnya. Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi Muhammad SAW segera pulang ke Madinah. Di kota terakhir inilah ia menghabiskan residu hidupnya. Ia mengatur organi­sasi warga  kabilah yang sudah memeluk agama Islam & sebagai bagian berdasarkan komplotan­ Islam.

Ia mengutus petugas keagamaan & para dai ke berbagai wilayah dan mengirim kabilah buat mengajarkan­ ajaran Is-lam, untuk mengatur peradilan Islam,­ dan buat memungut zakat.

Salah seorang di antara petugas yg dikirimnya itu merupakan Mu‘az bin Jabal yg dikirimnya ke Yaman. Ketika itulah hadis Mu‘az yg terkenal ada, yaitu perintah Nabi SAW supaya Mu‘az mempergunakan pertimbangan akalnya pada mengatur pesoalan agama apabila nir menemukan petunjuk Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW.

Pada saat misalnya itu juga Allah SWT menurunkan­ wahyu yang terakhir:

“…Pada hari ini te­lah Ku-sempurnakan buat engkau  agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan sudah­ Kuridai Islam itu jadi agama bagimu …” (QS.Lima:3).

Mendengar ayat ini, banyak orang bergembira karena­ ag-ama mereka sudah paripurna, namun terdapat pula yg menangis,­ misalnya Abu Bakar, lantaran mengetahui bahwa ayat itu dengan jelas merupakan­ pertanda berakhirnya tugas Rasulullah SAW.

Wafatnya Nabi SAW. Dua bulan sesudah menunaikan­ ibadah haji wadak itu, Nabi SAW sakit demam. Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin salat berjemaah. Baru setelah sangat lemah, 3 hari menjelang wafatnya, dia tidak lagi mengimami salat berjemaah. Sebagai gantinya, dia memilih Abu Bakar menjadi imam salat. Tenaganya­ menggunakan cepat berkurang.

Pada hari Senin 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad SAW mangkat  global pada tempat tinggal   istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, menggunakan wasiat terakhir: “Ingatlah salat & tobatlah.”

Ummul Mukminin. Setelah Khadijah mati­ dunia, Nabi SAW menikah kembali sebanyak sepuluh kali. Kesebelas istri Nabi SAW itu diklaim Ummul Mukminin (bunda orang yang beriman)­. Sebutan tersebut me­nunjukkan bahwa para istri Nabi SAW merupakan perempuan   yang terpilih & dimuliakan Allah SWT.

Nabi SAW menikahi para wanita tersebut karena beberapa alasan, anta­ra lain buat melindunginya dari tekanan kaum musyrikin, membebaskannya­ menurut status tawanan perang, & mengangkat derajatnya. Tidak sporadis perkawinan yang dilakukan oleh Nabi SAW menciptakan­ interaksi perdamaian antara 2 suku yang sebelumnya bermusuhan.

Para Ummul Mukminin itu merupakan Khadijah binti Khuwailid, Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq, Zainab binti Huzaimah bin Abdullah bin Umar, Juwairiyah binti Haris, Sofiyah binti Hay bin Akhtab, Hindun binti Abi Umaiyah bin Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Mahzum, Ramlah binti Abi Sufyan, Hafsah binti Umar bin Khattab, Zain-ab binti Jahsy bin Ri’ah bin Ja’mur bin Sabrah bin Murrah, dan Maimunah binti Haris. Beberapa menurut istri Nabi SAW ini pula periwayat hadis, yaitu Aisyah, Hafsah, & Zainab binti Jahsy

Karya mengenai Nabi SAW. Para penulis­ biografi Nabi Muhammad SAW sangat dimu­dahkan lantaran perkataan, riwayat tentang tindakannya telah dilestarikan menggunakan cermat dan wahyu sudah dikumpulkan dalam Al-Qur’an.

Di antara karya mengenai Nabi Muhammad SAW yg paling awal adalah syair Hassan bin Sabit, seorang teman yang bergabung menggunakan Nabi SAW di Madinah & ikut melakukan insiden penting dalam kehidupan rakyat muslim, berisi kebanggaan terhadap Nabi Muham­mad SAW dan celaan terhadap musuhnya.

Ada pula karya tulis yg menggambar­kan tentang perang (magazi) yg dilakukan Nabi SAW dan penyebaran Islam di Semenanjung Arabia. Ibnu Ishaq (w. 768) telah menyusun surah (biografi) Nabi Muhammad SAW yg disunting & disempurnakan oleh Ibnu Hisyam (w. 833) dan sebagai dasar­ bagi semua biografi Nabi Muhammad SAW yang ditulis lalu, baik berdasarkan kalangan Islam maupun non-Islam.

Bagi umat Islam, mengetahui biografi Nabi SAW bukan hanya sekadar buat memenuhi rasa keingintahuan,­ namun mengandung makna keagamaan, yaitu keharusan me­ neladani Nabi SAW. Karya misalnya itu ada yg termasuk kategori dala’il an-nubuwwah (dalil kenabian)­ dan ada jua syama’il, yaitu karangan kesusastraan yg men­jelaskan sifat mulia & ketampanan lahiriah Nabi SAW.

Buku yg paling awal pada bentuk dala’il dan syama’il ini diantaranya adalah: (1) Syama’il al-Mustafa, karya Abu Isa at-Tirmizi (w. 892); (2) Kitab asy-Syifa’ fi Ta‘rif huquq al-Mustafa, karya Qadi Iyad; & (tiga) al-Mawahib al-Ladiniyyah, karya al-Qastalani (w. 1517).

Kepribadian, Akhlak, & Sifat Nabi SAW. Dalam buku tadi dilukiskan bahwa­ Nabi Muhammad SAW merupakan insan yg paling baik budi pekertinya dan paling tampan rupanya­.

Dalam buku Syama’il an-Nubuwwah dilukiskan­ bentuk fisik Nabi SAW, mulai menurut ujung rambut, paras, mata, bulu mata dan alis, hidung & kumis, dagu & janggut, sampai berukuran badannya. Di samping itu pula disebutkan­ mengenai cara Nabi Muhammad SAW memelihara­ & merawat tubuhnya.

Dalam buku tadi dijelaskan keteladanan Nabi Muham­ mad SAW. Kebaikan rohani, kemuliaan jiwa dan kesucian hati, kesederhanaan tingkah laris, kebersihan & kehalusan rasa, serta ketaatan yang sung­guh dalam memenuhi kewajibannya membuatnya digelari al-Amin.

Sifatnya lemah lembut namun kesatria, ramah namun berfokus, dan otaknya cerdas. Ia pandai  membaca rahasia alam meskipun­ buta aksara. Alam pikirannya luas. Ia memiliki talenta buat mensugesti, baik orang yg pintar juga yang tidak berpengetahuan. Senyumnya paling memikat.

Kejeniusannya membuat seluruh orang yg berhubungan dengannya dipenuhi sang perasaan hormat & cinta. Ia sa­ngat sabar terhadap bawahannya & tidak akan membiarkan orang dicaci-maki apapun kesalahan-nya.

Orang sakit dijenguknya & undangan orang, budak sekalipun, dipenuhinya. Ia menjahit sendiri pakaiannya yang sobek. Ia jua memerah sendiri susu kambingnya. Demikianlah cermin kesederhanaannya­. Tangannya sangat bahagia memberi, hatinya amat berani, dan lidahnya sangat sanggup dipercaya.

Pada malam hari, beliau tidur hanya sebentar; sebagian akbar waktunya dipergunakan­ buat beribadah. Ia mengasihi orang miskin, mencintai anak-anak, dan menghormati perempuan  . Ia bagaikan seorang ayah bagi sahabatnya. Bahkan ia jua mencintai hewan. Singkatnya, budi pekertinya begitu paripurna, lebih sempurna dari apa yg bisa dituangkan dalam tulisan.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yg baik bagimu….”

Aisyah, istri Nabi SAW, pernah ditanya tentang akhlak suaminya. Aisyah hanya mengatakan: “Akhlaknya­ adalah Al-Qur’an.” Semua penggambaran misalnya­ itu sejalan menggunakan keyakinan umat Islam bahwa­ Nabi SAW itu maksum, yakni terlindung atau bebas dari keburukan moral. Integritas­ moralnya bukan hanya sempurna namun pula tidak bercela sama sekali.

Buku dasar keimanan tentang ajaran Islam yang menjadi pegangan sejak akhir Abad Pertengahan menjelaskan­ bahwa Nabi SAW mem­punyai empat macam sifat, yaitu œidq (bisa dianggap), amanah (patut mendapat kepercayaan ),­ tabligh (sanggup menyampaikan firman Allah SWT), dan fatanah (bijaksana dan cerdas). Sebaliknya Nabi SAW tidak mungkin memiliki sifat berikut: kizb (berdusta),­ khiyanah (berkhianat), katman (menyembunyikan­ pesan Ilahi), & baladah (terbelakang).

Mengetahui biografi Nabi SAW menjadi­ amat krusial bagi umat Islam, bukan saja karena adanya kebutuhan buat meneladaninya tetapi­ jua lantaran sunahnya adalah­ asal­ ke 2 ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Pengetahuan­ mengenai sejarah hidup Nabi SAW sebagai syarat buat tahu Al-Qur’an secara kontekstual.

Posting Komentar

0 Komentar