Maulid Nabi: Sejarah, Makna, Perayaan dan Refleksi

Animasi Maulid Nabi


Bulan Rabi’ul Awwal yang lebih dikenal dengan bulan Maulid Nabi atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepatnya tanggal 12 rabi’ul awwal, biasanya kaum muslimin merayakan peringatan mauld Nabi Muhammad SAW, baik dirumah dengan mengundang tetangga dan handai taulan. Atau diadakan oleh lembaga, organisasi, masyarakat kampung dengan bentuk pengajian umum dan ceramah, ada juga dengan bakti sosial, khitanan masal, dan bentuk amal-amal sholeh yang lain.

    Pendahuluan

    Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. Peringatan ini telah menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia sebagai bentuk penghormatan, kecintaan, dan rasa syukur atas kehadiran Rasulullah dalam membawa rahmat bagi seluruh alam.

    Peringatan Maulid Nabi masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Namun, secara umum, tradisi ini mulai berkembang pada abad ke-5 dan ke-6 Hijriyah di Mesir dan Syam. Para ulama pada masa itu menyelenggarakan majelis ilmu untuk memperingati kelahiran Nabi dan membicarakan tentang kehidupannya.

    Sejarah Asal Usul Peringatan Maulid Nabi

    Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.

    Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

    Sultan Salahuddin Al-Ayyubi orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.

    Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

    kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.

    Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

    Sejarah Peringatan Maulid Nabi di Nusantara (Indonesia)

    Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

    Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).

    Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya.

    Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia sampai saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan tradisi masyarakat Muslim Nusantara. Perayaan maulid Nabi juga menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi, meningkatkan keimanan, dan meneladani akhlak mulia Rasulullah.

    Peringatan Maulid Nabi Dikalangan warga Nahdlatul Ulama (NU)

    Peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

    Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialahmau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.

    Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.

    Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

    Pengertian dan Makna Peringatan Maulid Nabi

    Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab: مولد، مولد النبي), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang dalam tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

    Peringatan Maulid Nabi memiliki makna yang sangat mendalam bagi umat Islam. Beberapa di antaranya adalah:

    • Mengingat Sejarah Nabi: Peringatan Maulid Nabi menjadi momen untuk mengingat kembali sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, perjuangannya dalam menyebarkan Islam, dan segala keteladanan yang telah beliau contohkan.
    • Meningkatkan Keimanan: Melalui peringatan Maulid Nabi, umat Islam dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
    • Mempelajari Ajaran Islam: Peringatan ini juga menjadi kesempatan untuk mempelajari lebih dalam tentang ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
    • Meneladani Akhlak Nabi: Umat Islam diharapkan dapat meneladani akhlak mulia Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
    • Mempererat Ukhuwah Islamiyah: Peringatan Maulid Nabi dapat mempererat tali persaudaraan di antara umat Islam.

    Hukum Memperigati Maulid Nabi Muhammad SAW

    Hukum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi yang berjudul Husnul Maqasid fil Amal al-Mawalid. Beliau menjelaskan bahwa di zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin memang belum diadakan peringatan dalam bentuk upacara, shalawatan dan pengajian tentang maulid Nabi, sehingga ada sebagian kaum muslimin yang tidak mau memperingati kelahiran dengan bentuk upacara itu.

    Sejarah menyebutkan bahwa sejak Islam berjaya dengan menaklukan romawi, Persia bahkan Eropa, banyaklah orang non muslim masuk Islam, termasuk orang-orang salib dari Eropa. Baik karena sukarela ataupun karena terpaksa. Hal ini menimbulkan dendam kaum Nasrani, akhirnya mereka membalas dendam dengan menjajah Timur Tengah. Maka berkobarlah perang salib. Kaum kafir membunuh orang islam, merampas kekayaan, dijauhkan dari Islamnya, dijauhkan dari Nabinya, dijauhkan dari sejarah kejayaan Islam. Yang ditampilkan oleh penjajah di hadapan kaum muslimin adalah tokoh-tokoh kafir, tokoh-tokoh fiktif sehingga rusaklah moral anak-anak muda, hancurlah kejayaan kaum muslimin, hilang keteladanan, hingga tidak kenla kehebatan Islam. Melihat kondisi umat yang terpuruk dan semakin jauh dari Islam, serta tidak punya semangat memperjuangkan agamanya, para ulama’ dan tokoh Islam mencari solusi bagaimana membangkitkan keislaman kaum muslimin dan melepaskan diri dari cengkraman tentara salib. 

    Di antaranya seorang raja yaitu Al-Malik Mudhaffaruddin (Raja Himsiyyah), mengundang para ulama’ dan masayikh ke istana untuk bermusyawarah, bagaimana membangkitkan semangat umat Islam, membebaskan diri dari penjajah, serta menanamkan kecintaan anak muda dan muslimin kepada Rasulullah, sehingga mau menteladani beliau.

    Dari musyawarah ulama tersebut akhirnya ada yang mengusulkan agar diadakan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam, diantaranya dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, yang kemudian dikampanyekan dengan besar-besaran, mengundang para penyair agar menulis syair pujian kepada Nabi, serta para ulama dan mubaligh yang bertugas menceritakan sejarah Nabi.

    Al-Malik Mudhaffaruddin menanggapi usulan ini dengan antusias. Tetapi ada yang tidak setuju, dengan alasan kerena peringatan seperti itu tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, dan itu berarti itu bid’ah.

    Menanangapi ketidak setujuan mereka, akhirnya dijawab oleh ulama’ yang hadir, bahwa dalam penjelasan tentang bid’ah itu tidak semua sesat. Menurut Imam al-Iz Abdussalam, Ibnu Atsar menjelaskan bahwa ada bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah. Bid’ah dholalah (sesat) adalah bid’ah yang tidak ada dasar hukummnya dan tidak ada perintah sama sekali dari syariat, sedangkan bid’ah hasanah adala suatu amalan yang dasar perintahnya sudah ada dari Rasulullah, namun teknisnya tidak diatur langsung dan itu bukan temasuk ibadah mahdah muqayyadah (ibadah murni yang telah ditentukan tata caranya).

    Seperti sering dijelaskan bahwa ibadah itu ada dua macam. Pertama, ibadah mahdah muqayyadah yaitu ibadah murni yang tata caranya terikat dan tidak boleh diubah, karena perintah dan teknis pelaksanaannya contohkan langsung oleh Rasulullah, seperti shalat dan haji yang harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul.

    Kedua, ibadah muthalaqah ghoiru muqayyadah, yaitu ibadah mutlaq yang tata caranya tidak terikat, perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah masing-masing orang. Seperti berdzikir, perintahnya sudah ada namun teknisnya tidak ditentukan sebagaiman firman Allah:

    فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

    Yang artinya: ”Berdzikirlah kalian dalam keadaan berdiri duduk, dan berbaring." (QS an-Nisa)

    Dzikir merupakan perintahnya, sedangakan teknisnya terserah kita, duduk, berdiri, berbaring dirumah, dimasjid sendirian, bersama-sama, suara pelan ataupun dengan suara keras tidak ada batasan-batasan, tergantung kepada situasi dan kondisi asal tidak melanggar ketentuan syariat.

    Membaca shalawat juga diperintahkan sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

    إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

    Yang Artinya: ”Sesungguhnya Allah dan malaikat bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salan penghormatan kepadanya.” (QS al-Ahzab56).

    Perintah membaca shalawat ada sedangkan teknisnya terserah kita. Boleh sholawat yang panjang, pendek, prosa, maupun syair, yang penting bershalawat kepada rasullullah. Hal ini termasuk juga berdakwah, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

    ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

    Yang artinya: ”Serulah (manausia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS an-Nahl 125).

    Peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan shalawat kepada Rasul, pengajian umum, ceramah tentang kesadaran terhadap islam, membaca sejarah Nabi, amal saleh, bakti sosial, khitanan massal dan lain-lain itu merupakan ibadah mutlaqah ghairu muqayadah atau ibadah yang mutlaq dan tidak terikat tata caranya dimana perintahnya ada sedangakan pelaksanaannya terserah kita.

    Maka dengan demikian mengadakan peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan shlawat, pengajian umum dan perbuatan yang baik bukan termasuk bid’ah dlalalah, tapi tapi merupakan amrum muhtasan, yaitu “sesuatu yang dianggap baik” dan kalau kalau dilakukan secara ikhlas karena Allah maka akan mendapatka pahala dari Allah SWT.

    Demikian juga Sayyid Alwi Al-Maliki al-Hasani menjelaskan dalam kitab Mukhtashar Sirah Nabawiayah: “Bahwa memperingati Maulid Nabi bukan bid’ah dlalalah, tapi sesuatu yang baik”.

    Akhirnya para ulama yang hadir bersama Al-Malik Mudhaffaruddin dalam pertemuan itu memutuskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad itu boleh. Kemudian Al-Malik Mudhafar sendiri langsung menyumbang 100 ekor unta dan sekian ton gandum untuk mengadakan peringatan maulid Nabi muhammad SAW. Setiap daerah diundang penyair untuk membuat syair pujian dan shalawat kepada Nabi muhammad. Kitab-kitab yang tersisa hingga sekarang di antaranya yang dikarang oleh Syeikh al-Barzanji dan Syeikh Addiba’i.

    Ternyata dengan diadakannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini sangat efektif untuk menyadarkan kaum Muslimin cinta kepada Rasul, sehingga seorang pemuda bernama Shalahudin Al-ayyubi menggalang anak-anak muda, dilatih fisiknya, disadarkan cinta Rasul, diajak membebaskan diri dari penjajahan tentara salib. Akhirnya, laskar Islam bersama panglima Shalahudin al-Ayyubi, bisa memenangkan perang salib pada tahun 580 H. Sejak tahun itulah peringatan Maulid Nabi SAW diadakan oleh negara muslim lainnya.

    Perayaan Maulid Nabi di Berbagai Negara

    1. Indonesia

  1. Sekaten: Perayaan khas Keraton Yogyakarta dan Surakarta yang melibatkan pawai budaya, pameran, dan pertunjukan gamelan.
  2. Walima: Perjamuan besar yang disertai hidangan khas daerah.
  3. Nyiram Gong: Tradisi menyiram gong sebagai simbol pembersihan diri dan permohonan berkah.
  4. Endog-endogan: Pemberian hiasan bunga dan telur sebagai simbol kesuburan dan keberkahan.
  5. Baayun Maulid: Ayunan bayi yang dihias sebagai simbol kasih sayang.
  6. Maulid Dzikir: Pengajian dan pembacaan shalawat, Pembacaan Bacaan Maulid Simtudduror dan Pembacaan Bacaan Maulid Al barzanji secara bersama-sama.

  7. 2. Mesir
     

  8. Permen Maulid: Pemberian permen berbentuk pengantin sebagai simbol kebahagiaan.
  9. Festival Film dan Lagu: Penayangan film dan lagu-lagu Islami yang bertemakan Maulid Nabi.
  10. Festival Shalawat dan Zikir: Acara keagamaan yang melibatkan pembacaan shalawat dan zikir secara bersama-sama.

  11. 3. Maroko
     
  12. Pembacaan Doa, Puisi, dan Cerita: Masyarakat Maroko sering kali mengadakan acara pembacaan doa, puisi, dan cerita tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW.
  13. Perayaan di Masjid: Perayaan sering kali dipusatkan di masjid dengan berbagai kegiatan keagamaan.

  14. 4. India

  15. Hiasan Lampu dan Bendera: Jalanan, masjid, dan pasar dihias dengan lampu warna-warni dan bendera hijau.
  16. Pawai Budaya: Diadakan pawai budaya yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
  17. 5. Turki

  18. Konferensi Seerah: Diadakan konferensi untuk membahas sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.
  19. Lomba-Lomba: Sering diadakan lomba membaca Al-Quran, menulis puisi, dan kegiatan lainnya.
  20. 6. Pakistan

  21. Pawai Hijau: Diadakan pawai dengan membawa bendera dan aksesoris berwarna hijau, warna kesukaan Nabi Muhammad SAW.
  22. Kegiatan Sosial: Banyak kegiatan sosial dilakukan seperti pemberian bantuan kepada yang membutuhkan.
  23. 7. Yaman

  24. Pawai dengan Bendera: Masyarakat berbaris di jalan-jalan dengan mengibarkan bendera Maulid.
  25. Musik Tradisional: Dimainkan musik tradisional sebagai ungkapan kegembiraan.
  26. 8. Negara-negara Lain

  27. Malaysia: Perayaan Maulid Nabi di Malaysia tidak jauh berbeda dengan di Indonesia.
  28. Australia: Masyarakat Muslim di Australia merayakan Maulid Nabi dengan pengajian, pembacaan Al-Quran, dan ceramah keagamaan.
  29. Refleksi Peringatan Maulid Nabi

    Dalam rangka memperingati Maulid Nabi, ada beberapa hal yang perlu kita renungkan, yaitu:

  30. Seberapa jauh kita telah mengamalkan ajaran-ajaran Nabi dalam kehidupan sehari-hari?
  31. Apakah kita telah menjadi umat yang terbaik sebagaimana yang diharapkan oleh Rasulullah?
  32. Bagaimana cara kita dapat menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang baik dan bijaksana?
  33. Apa saja tantangan yang dihadapi umat Islam saat ini dan bagaimana cara kita menghadapinya?
  34. Kesimpulan

    Peringatan Maulid Nabi merupakan momen yang sangat penting bagi umat Islam. Dengan memperingati Maulid Nabi, kita dapat memperkuat iman, meneladani akhlak Rasulullah, dan mempererat ukhuwah Islamiyah. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari peringatan Maulid Nabi ini dan menjadi umat Islam yang lebih baik.

    Kata Kunci Maulid Nabi:

    Maulid Nabi

    Sejarah Maulid

    Makna Maulid

    Perayaan Maulid

    Refleksi Maulid

    Nabi Muhammad SAW

    Islam

    Hari Kelahiran Nabi

    Ajaran Islam

    Teladan Nabi

    Umat Islam

    Peringatan Agama

    Tradisi Islam

    Nilai-nilai Islam

    Asal-usul Maulid

    Tujuan Peringatan Maulid

    Cara Merayakan Maulid

    Hikmah Maulid Nabi

    Maulid di Indonesia

    Perbedaan Pendapat tentang Maulid

    Maulid dan Kehidupan Sehari-hari

    Maulid sebagai Momentum Refleksi

    Maulid dan Persatuan Umat

    Maulid dalam Perspektif Sejarah

    Maulid dan Modernisasi

    Maulid dan Toleransi

    Lebih baru Lebih lama

    نموذج الاتصال